Reporter: Handoyo | Editor: Sandy Baskoro
JAKARTA. Pemerintah mengklaim kebijakan pelarangan ekspor rotan berefek positif bagi kinerja produk jadi rotan. Selama Januari-November 2012,
nilai ekspor kerajinan rotan mencapai US$ 42,4 juta, melonjak 214% dibandingkan periode yang sama 2011 yang senilai US$ 13,5 juta.
Selain itu, nilai ekspor furnitur rotan selama sebelas bulan di 2012 meningkat 27% year-on-year (YoY) menjadi US$ 215,7 juta. "Pertumbuhan ekspor produk jadi rotan sudah positif," ungkap Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi, Senin (4/2).
Pada akhir 2011, Kementerian Perdagangan menerbitkan kebijakan terkait pelarangan ekspor rotan mentah yang tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 35, 36 dan 37 Tahun 2011. Kebijakan ini berlaku efektif 1 Januari 2012.
Namun, realisasi ekspor produk rotan dipertanyakan para pengusaha rotan yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Rotan Indonesia (APRI). Mereka menganggap nilai ekspor rotan tersebut tak sepenuhnya berasal dari produk rotan.
"Semua HS (harmonized system) rotan dihitung, padahal tidak semua furnitur berbahan rotan murni," ungkap Rudyzar ZM, Koordinator APRI
Wilayah Kalimantan. Maka itu, dia berharap pemerintah merevisi perhitungan ekspor rotan berdasarkan HS dengan kandungan rotan mayoritas.
Apalagi, setelah lebih dari satu tahun beleid berlaku, investasi yang dijanjikan pemerintah untuk mengembangkan industri mebel dan kerajinan
rotan tidak kunjung terealisasi. Bahkan, di daerah sentra produksi rotan seperti Sumatera dan Sulawesi, tak sedikit pelaku usaha gulung tikar
karena produk tak terserap.
APRI khawatir, bila pemerintah tidak menaruh perhatian terhadap komoditas rotan setelah Permendag Nomor 35/2011 berlaku, serta tak mencari solusi tepat, maka kemungkinan komoditas rotan alam Indonesia segera kehilangan nilai ekonomisnya. Saat ini harga rotan turun dibanding sebelum ada kebijakan pelarangan ekspor rotan mentah.
Rudyzar mencontohkan, bila pada 2011 pengepul rotan dapat menjual di harga Rp 12.000 hingga Rp 13.000 per kg, kini hanya Rp 3.000 per kg-Rp 6.000 per kg. Di sisi lain, industri pengolahan mebel berbahan baku rotan sintetis terus berkembang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News