Reporter: Diki Mardiansyah | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah berencana memperpanjang izin impor listrik sebesar 200 megawatt (MW) dari Malaysia untuk memenuhi kebutuhan energi di wilayah perbatasan Kalimantan.
Langkah ini disebut sebagai bagian dari komitmen Indonesia dalam mewujudkan integrasi sistem energi kawasan melalui *ASEAN Power Grid* (APG).
Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Yuliot menjelaskan bahwa impor listrik dari Malaysia telah berjalan dan kini sedang dalam proses perpanjangan izin.
“Total impor energi listrik dari Malaysia sekitar 200 MW. Ini sudah berjalan dan kini kami fasilitasi proses perpanjangannya,” ujar Yuliot dalam keterangan tertulis, Jumat (17/10/2025).
Baca Juga: Pemerintah Impor Listrik Malaysia, Ekonom Ingatkan Pemanfaatan Energi Terbarukan
Menurut Yuliot, kerja sama lintas batas ini bukan hanya soal pasokan energi, tetapi juga langkah strategis menuju integrasi kelistrikan regional. Melalui ASEAN Power Grid, negara-negara anggota ASEAN diharapkan dapat saling menopang pasokan listrik, menciptakan sistem energi yang lebih andal dan efisien.
“Integrasi antargrid di ASEAN penting karena kebutuhan energi di kawasan akan meningkat signifikan. Indonesia harus siap menjadi hub energi di kawasan ini,” ujarnya.
Sebagai bagian dari upaya memperkuat sistem kelistrikan nasional sekaligus mendukung integrasi regional, pemerintah menargetkan pembangunan jaringan transmisi sepanjang 48.000 kilometer sirkuit (kms) dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) sepuluh tahun ke depan.
Untuk mewujudkannya, pemerintah menyiapkan kebutuhan investasi sekitar Rp 600 triliun. Dana ini tidak hanya akan bersumber dari APBN, tetapi juga diharapkan melibatkan investasi swasta.
“Kebutuhan investasi sudah kami petakan, totalnya sekitar Rp 600 triliun,” kata Yuliot.
Baca Juga: Impor Senjata Meningkat, Ekonom Ingatkan Risiko Bagi Fiskal Indonesia
Selain memperkuat jaringan nasional, pemerintah juga menekankan transisi energi yang berkeadilan dan inklusif di kawasan ASEAN.
Hal ini disampaikan Yuliot saat menghadiri 43rd ASEAN Ministers on Energy Meeting (AMEM), di mana Indonesia mendorong transisi energi yang mempertimbangkan kondisi masing-masing negara anggota.
Meski demikian, rencana perpanjangan impor listrik ini menuai catatan dari kalangan ekonom. Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai, ketergantungan terhadap listrik impor sebaiknya dikurangi.
Menurutnya, pemerintah lebih baik memprioritaskan pengembangan energi baru terbarukan (EBT) di wilayah perbatasan yang masih memiliki keterbatasan jaringan PLN.
“Daerah perbatasan bisa memanfaatkan sumber energi terbarukan seperti panel surya dan mikrohidro. Ini sekaligus meningkatkan rasio elektrifikasi di kawasan tersebut,” ujar Bhima kepada KONTAN, Jumat (17/10).
Baca Juga: Ekonom Proyeksikan Realisasi Cadangan Devisa April 2025 Masih Stabil
Ia menilai impor listrik dari Malaysia kurang efisien secara ekonomi karena berpotensi menekan cadangan devisa. Selain itu, ketergantungan pada pasokan lintas negara juga membawa risiko apabila terjadi gangguan pada sistem jaringan di Malaysia.
“Instalasi panel surya relatif cepat dan bisa beroperasi secara off-grid tanpa bergantung pada jaringan PLN. Ini seharusnya menjadi momentum bagi pemerintah untuk membuktikan bahwa energi terbarukan juga mampu menjadi solusi nyata bagi masyarakat di perbatasan,” tegas Bhima.
Selanjutnya: Asing Net Sell Rp 363 Miliar, Intip Saham yang Paling Banyak Dijual Sepekan Terakhir
Menarik Dibaca: Oppo Find X9 Pro Mengusung RAM 12 GB & Baterai Raksasa 7550 mAh! Intip Ulasannya
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News