Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Anna Suci Perwitasari
Dalam catatan Kontan.co.id, stakeholders pertambangan yang terdiri dari asosiasi pelaku usaha, praktisi dan pengamat memang menyoroti aturan turunan dari UU minerba baru. Hal tersebut antara lain dikemukakan oleh Pelaksana Harian Direktur Eksekutif Indonesia Mining Association (IMA) Djoko Widajatno.
Menurutnya, setelah aturan turunan itu disusun, baru bisa terlihat sejauh mana rezim hukum baru pertambangan ini bisa menarik bagi investasi dan memberikan kepastian hukum, dibanding rezim hukum sebelumnya. Djoko pun meminta supaya IMA dan stakeholders terkait tetap dilibatkan dalam penyusunan PP, Peraturan Menteri maupun Keputusan Menteri ESDM.
"Pemerintah selalu menyampaikan kalau masalah detail-nya akan diatur oleh peraturan di bawahnya (UU). Jadi kepastian berusaha dan hukumnya masih dipertanyakan. Dengan adanya kesiapan dari kelembagaan dalam menyusun PP di bawahnya, serta harmonisasi dengan peraturan yang terkait, diharapkan investasi akan datang ke Indonesia," kata Djoko kepada Kontan.co.id pertengahan Mei lalu.
Adapun, dalam UU minerba yang baru, ada sejumlah poin krusial yang harus diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah. Antara lain, Pasal 17 (B) yang mengatur terkait penyiapan WIUP mineral logam dan batubara, serta Pasal 67 terkiat pemberian Izin Pertambangan Rakyat (IUP) oleh menteri.
Baca Juga: Pengamat: Wajar jika RUU Minerba mendapat gugatan dari banyak pihak
Poin krusial lainnya ialah pengaturan yang menyangkut tentang peningkatan nilai tambah atau hilirisasi yang tercantum dalam Pasal 102 dan Pasal 170 (A) yang masih harus diperinci secara tegas.
Di dalam Pasal 102 (3) dan (4) misalnya, disebutkan bahwa peningkatan nilai tambah mineral melalui kegiatan pengolahan dan /atau pemurnian wajib memenuhi batasan minimum dengan mempertimbangkan antara lain peningkatan nilai ekonomi dan/atau kebutuhan pasar. Namun, batasan minimum tersebut harus diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah.
Begitu juga dengan Pasal 170 (A) yang mengatur adanya ekspor produk mineral logam tertentu yang belum dimurnikan dalam jumlah tertentu dengan jangka waktu paling lama tiga tahun sejak UU minerba baru ini mulai berlaku. Ketentuan ekspor itu diberikan bagi perusahaan mineral yang telah memiliki, sedang dalam proses pembangunan smelter maupun yang telah melakukan kerjasama dalam pengolahan dan/atau pemurnian.
Namun, produk mineral logam tertentu yang belum dimurnikan, serta jumlah ekspor tertentu itu akan diatur lebih lanjut melalui Peraturan Menteri. Tak hanya soal hilirisasi, pengaturan terkait divestasi juga membutuhkan aturan turunan.
Baca Juga: Soal UU Minerba, Pebisnis Minta Beleid Turunan yang Tegas
Pasal 112 menyatakan badan usaha pemegang IUP dan IUPK pada tahap kegiatan operasi produksi yang sahamnya dimiliki oleh asing wajib melakukan divestasi saham sebesar 51% secara berjenjang kepada pemerintah pusat, pemerintah daerah, BUMN, BUMD, dan/atau badan usaha swasta nasional. Namun, pengaturan terkait tata cara pelaksanaan dan jangka waktu divestasi diatur lebih lanjut dalam peraturan pemerintah.
Pengaturan lainnya yang harus dijelaskan lebih lanjut dalam peraturan pelaksanaan ialah Pasal 112 A terkait dengan dana ketahanan cadangan minerba serta Pasal 123 A tentang reklamasi dan pasca tambang maupun penempatan dana jaminannya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News