Reporter: Diki Mardiansyah | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Presiden Prabowo Subianto berencana membangun 100 gigawatt (GW) pembangkit listrik baru yang akan didominasi dari energi baru dan terbarukan (EBT).
Ketua Delegasi RI untuk Konferensi Perubahan Iklim PBB/Conference of the Parties (COP) ke-29, Hashim S Djojohadikusumo mengatakan investasi yang dibutuhkan untuk proyek ini mencapai US$ 235 miliar atau setara Rp 3.709 triliun (kurs Rp 15.785).
Hashim menyebutkan, investasi tersebut untuk membangun tambahan daya listrik sampai 100 gigawatt yang 75% diantaranya energi baru dan terbarukan terdiri dari energi panas bumi, tenaga air, hingga nuklir.
Ketua Umum Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI) Mada Ayu Habsari menyambut gembira target yang dicanangkan oleh pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Namun, ia menyoroti realisasi bauran energi Indonesia saat ini yang masih belum mencapai target.
Baca Juga: Intip Capaian Laba Emiten EBT Hingga Kuartal III-2024 Beserta Rekomendasi Sahamnya
Data dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melaporkan realisasi bauran energi baru dan terbarukan (EBT) baru mencapai 13,93% sampai dengan semester I-2024. Realisasi tersebut masih jauh dari target yang ditetapkan dalam kebijakan Energi Nasional sebesar 23% pada 2025.
"Untuk target tersebut, kita senang. Artinya pemerintah positif mengembangkan energi baru terbarukan, namun perlu mempertimbangkan target sebelumnya yang belum full tercapai," kata Mada kepada Kontan, Rabu (13/11).
Menurut Mada, untuk mencapai target yang fantastis tersebut, pemerintah perlu memperbaiki regulasi agar bisa stabil. Dari sisi PT PLN (Persero) juga harus bisa mengakselerasi target tersebut.
Selain itu, pemerintah perlu memakai skema feed-in tariff (FiT) untuk tarif renewable energi (RE) dan mengurangi subsidi untuk sektor batubara yang bisa dialihkan subsidi tersebut untuk renewable energi.
"Rasanya akan tercapai targert yang diharapkan," ujar Mada.
Baca Juga: Tarik Investasi Asing ke Indonesia, Skema Power Wheeling Terbatas Bisa Jadi Opsi
Untuk diketahui, feed-in tariff (FiT) adalah skema yang digunakan untuk tarif listrik dari pembangkit energi terbarukan. FiT memberikan kerangka kerja untuk menegosiasikan perjanjian jual beli listrik (PPA) antara produsen dan investor energi terbarukan, serta penyedia listrik negara.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News