Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Khomarul Hidayat
Selain itu, Pasal 99 ayat (3) huruf b mewajibkan adanya pengelolaan lubang bekas tambang (void) akhir dengan maksimal luasan sesuai ketentuan. "Sehingga dengan setting penegakkan hukum ini, pelaku tambang yang tidak memenuhi akan ada efek jera. Dengan UU yang baru, perusahaan tambang makin patuh dalam menjalankan reklamasi," sebut Sujatmiko.
Yang juga penting, sambungnya, dalam melaksanakan reklamasi sepanjang tahapan usaha pertambangan, pemegang IUP dan IUPK harus memperhatikan keseimbangan antara lahan yang akan dibuka dan lahan yang sudah direklamasi. Artinya, pemerintah bakal mengatur rasio lahan yang akan dibuka dan yang sudah direklamasi dengan merujuk pada rencana reklamasi dan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) yang diajukan perusahaan setiap tahun.
"Karena pengalaman masa lalu, kalau kita nggak atur rasionya, banyak yang menjelang akhir tambangnya kesulitan untuk memenuhi kewajiban reklamasi. Jadi harus berimbang dari arti memenuhi kepentingan operasi tambang, pengusahaannya, dan kepentingan lingkungan. Kita manage itu," terang Sujatmiko.
Selain itu, Sujatmiko juga menegaskan bahwa tingkat kepatuhan terhadap reklamasi akan menjadi pertimbangan penting dalam evaluasi perpanjangan izin tambang perusahaan. Tak hanya saat izin habis, namun juga menjadi bahan evaluasi setiap tahun saat perusahaan mengajukan RKAB.
"Kalau reklamasi nggak sesuai (dengan rencana), RKAB sangat besar kemungkinan tidak disetujui sebagaimana yang perusahaan usulkan. Kalau reklamasi baik, nggak ada kendala untuk persetujuan RKAB maupun nanti perpanjangan izin," imbuh Sujatmiko.
Baca Juga: UU Minerba digugat ke MK, begini tanggapan pemerintah
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News