kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Pemerintah ubah Jenis dan tarif royalti tambang, ESDM: untuk dorong hilirisasi


Rabu, 11 Desember 2019 / 16:01 WIB
Pemerintah ubah Jenis dan tarif royalti tambang, ESDM: untuk dorong hilirisasi
ILUSTRASI. A worker displays nickel ore in a ferronickel smelter owned by state miner Aneka Tambang Tbk at Pomala district, Indonesia, March 30, 2011.


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Azis Husaini

KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Pemerintah mengubah jenis dan tarif iuran produksi atau royalti tambang, khususnya untuk komoditas mineral. Perubahan tersebut tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 81 Tahun 2019 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang berlaku pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

Dalam beleid ini, tarif royalti untuk sejumlah komoditas mineral diatur lebih rinci berdasarkan produk dan proses penambangan. Untuk bijih mentah (ore) dikenakan tarif lebih mahal, sedangkan produk tambang yang sudah diolah atau dimurnikan diberikan tarif yang lebih murah.

Baca Juga: DPR: Revisi UU Minerba paling lambat rampung Agustus 2020

Direktur Penerimaan Mineral dan Batubara (Minerba) Kementerian ESDM Jonson Pakpahan menyampaikan, perubahan itu dilakukan untuk mendorong hilirisasi. Menurut Jonson, peningkata nilai tambah diperoleh melalui proses pengolahan dan juga pemurnian melalui smelter.

Untuk itu, kata Jonson, produk hasil smelter dikenakan tarif royalti sesuai jenis produknya dengan tarif yang lebih rendah dibanding tarif yang dikenakan pada ore. "Pokoknya kalau yang jual ore (tarif royalti) leih tinggi. Itu untuk mendorong dilakukan peningkatan nilai tambah terhadap produk hasil tambang," kata Jonson saat dihubungi Kontan.co.id, Rabu (11/12).

Sebagai contoh, di PP ini, tarif royalti untuk bijih nikel dikenakan sebesar 10% dari harga jual per ton. Naik dua kali lipat dari tarif sebelumnya yang hanya sebesar 5%, sebagaimana yang diatur dalam PP Nomor 9 Tahun 2012.

Untuk produk lanjutan, tarif royalti dipatok lebih mini. Produk pengolahan berupa nickel matte, misalnya, dipatok sebesar 2% dari harga jual per ton, turun dari tarif sebelumnya yang senilai 4%. Hal yang sama juga berlaku untuk Ferro Nickel (FeNi) yang royaltinya turun dari sebelumnya 4% menjadi 2%.

Komoditas lain yang mengalami perubahan, antara lain adalah bauksit. Saat ini, bahan mentah bauksit dikenakan tarif royalti lebih tinggi menjadi 7% dari ahrga jual per ton. Sebelumnya, hanya dikenakan 3,75%.

Baca Juga: Jamin pasokan, Komisi VII DPR usulkan pemerintah terapkan DMO gas

Sementara untuk produk pemurnian bauksit yakni Chemical Grade Alumina (CGA) dan Smelter Grade Alumina (SGA) sekarang dikenakan royalti 3%.

Hal yang sama juga terjadi di bijih besi dan mangan. Dengan aturan lama, royalti bijih besi hanya 3% dari harga jual per ton. Sementara saat ini melonjak menjadi 10%.

Adapun, royalti bijih mangan menanjak dari 3,25% menjadi 10%. Sedangkan untuk produk pengolahan berupa konsentrat mangan kini diganjar royalti 5%, dan untuk produk pemurnian berupa logam mangan sebesar 2%.

Beleid baru ini juga mengubah jenis dan tarif royalti pada komoditas emas sebagai ikutan dari tembaga. Pada aturan sebelumnya royalti untuk emas diganjar sebesar 3,75% dari harga jual per kg. Sedangkan dalam PP terbaru ini, royalti emas sebagai ikutan tembaga dibagi enam kelompok berdasarkan harga jual.

Harga jual di level terendah adalah US$ 1.300 per ton ke bawah dengan royalti 3,75% dari harga jual per ounces. Yang tertinggi adalah harga jual di atas US$ 1.700 per ton dengan royalti 5% dari harga jual per ounces.

Terkait dengan perubahan royalti ini, Jonson mengatakan bahwa skema ini bukan lah hal yang baru. Menurutnya, pembahasan untuk jenis dan tarif royalti baru ini sudah dibahas bersama stakeholders terkait dalam tiga tahun terakhir.

Baca Juga: Pembuatan sovereign wealth funds tak perlu aturan baru

Hanya saja, Jonson menyebut bahwa perubahan ini baru dikeluarkan lantaran saat ini sudah dapat teridentifikasi produk-produk apa saja yang dihasilkan dari hasil pengolahan dan pemurnian mineral mentah.

"Kalau dulu itu produknya belum teridentifikasi, smelter ini, produknya apa, tarifnya berapa. Lebih rinci supaya tidak ada produk yang tidak kena tarif," kata Jonson.

Sebagai informasi, PP Nomor 81 tahun 2019 ini sudah diteken oleh Presiden Joko Widodo pada 20 November dan diundangkan pada 25 November 2019. Pasal 18 di beleid ini menyebutkan, PP ini mulai berlaku setelah 30 hari terhitung sejak tanggal diundangkan.

Artinya, aturan perubahan jenis dan tarif royalti ini seharusnya berlaku mulai 25 Desember 2019. Namun, dengan pertimbangan efektivitas, Jonson menyampaikan bahwa jenis dan tarif baru royalti ini mulai berlaku per Januari 2020.

Baca Juga: Harga batubara bergejolak, dua emiten ini tetap akan akuisisi lahan tambang di 2020

"Sebenarnya kan (berlaku) 30 hari setelah diundangkan. Tapi kan itu sudah libur (akhir tahun). Jadi lebih nyaman diterapkan efektif per 1 Januari 2020," kata Jonson.

Target PNBP Meningkat

Sementara itu, target PNBP minerba untuk tahun depan dipatok naik. Pada tahun 2020 pemerintah menargetkan PNBP minerba bisa mencapai Rp 44,3 triliun atau naik Rp 1,03 triliun dibandingkan target tahun ini yang sebesar Rp 43,27 triliun.

Jonson mengatakan, target 2020 tersebut berdasarkan asumsi kurs dolar Amerika Serikat Rp 14.400, Harga Batubara Acuan (HBA) US$ 90 per ton dan produksi batubara sebanyak 530 juta ton. Asal tahu saja, batubara menjadi faktor penentu lantaran berkontribusi sekitar 80% dari realisasi PNBP minerba.

Baca Juga: Pertamina dan AKR jadi penyalur kuota BBM subsidi untuk tahun 2020

Per 10 Desember 2019, realisasi PNBP minerba sudah mencapai Rp 41,17 triliun atau sekiatr 95,15% dari target. "Masih ada waktu hingga akhir tahun, semoga tercapai," kata Jonson.

Yang jelas, Jonson mengklaim bahwa perubahan jenis dan tarif royalti di sektor mineral bukan dimaksudkan untuk menggenjot PNBP di sektor minerba. "Bukan dalam rangka itu, untuk menggenjot PNBP. Tapi dengan (perubahan tarif royalti mineral) itu jadi teroptimalisasi, iya," tandasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×