Reporter: Petrus Dabu | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Pemerintah Kota Bandung dalam waktu dekat ini akan menggelar tender pengolahan sampah di tempat pembuangan sampah Gedebage. Sampah di tempat tersebut berpotensi menghasilkan listrik sebanyak 8 megawatt (MW) namun untuk mengolahnya butuh investasi sekitar US$ 90 juta.
Kebetulan yang memimpin proyek tersebut adalah Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup (BPLH). "Informasinya, pengumuman tender itu pertengahan atau akhir Juni ini," ujar Direktur PD Kebersihan Kota Bandung, Cece H. Iskandar kepada KONTAN, Rabu (6/6).
Cece mengatakan, kapasitas sampah yang diolah di Gedebage mencapai 700 ton - 1.000 ton per hari. Dengan kapasitas sampah sebanyak itu, dia bilang listrik yang dihasilkan diperkirakan mencapai 8 MW. Listrik tersebut akan dijual ke PT Perusahaan Listrik Negara (Persero).
Menurut dia, proyek pembangkit listrik tenaga sampah merupakan proyek dengan skema kerja sama pemerintah dan swasta (public private partnership).
Cece menambahkan, Pemkot Bandung sudah menetapkan PT Bandung Raya Indah Lestari (BRIL) sebagai pemrakarasa proyek. Dengan begitu, BRIL mendapatkan poin lebih dalam proses penawaran.
Meskipun telah mendapatkan hak, imbuh Cece, belum tentu BRIL menjadi pemenang. Sebab dalam proses lelang, peserta dengan tawaran terbaik yang akan keluar sebagai pemenang.
Penjelasan Cece itu ternyata masih belum bisa menenangkan Asosiasi Sampah Indonesia. Mereka menolak penetapan BRIL sebagai pemrakarsa proyek. “Kami minta pemrakarsanya Pemerintah Kota Bandung, bukan swasta,” ujar Ketua Asosiasi Sampah Indonesia Guntur Sitorus dalam keterangan pers di Jakarta, Selasa (29/5) lalu.
Guntur menjelaskan, penetapan hak pemrakarsa proyek kepada BRIL melanggar Peraturan Presiden Nomor 56 Tahun 2011. Aturan ini menyebutkan, pemerintah kota memberikan hak sebagai pemrakarsa kepada badan usaha apabila pembangunan di sektor tersebut tidak masuk dalam rencana induk pembangunan di daerah itu. Padahal, "Pengolahan sampah di Bandung sudah masuk dalam rencana induk pembangunan," tandasnya.
Menurutnya, penetapan hak sebagai pemrakarsa kepada swasta ini, bukan cuma tidak adil bagi peserta tender lainnya, tetapi juga akan menimbulkan preseden buruk bagi proses tender pengolahan sampah di daerah lain di Indonesia."Ibarat disuruh lari 100 meter, peserta lain disuruh lari dari titik awal, sementara BRIL tidak," ujar Guntur.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News