Reporter: Agung Hidayat | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Madusari Murni Indah Tbk (MOLI) masih mampu mengerek revenue di awal tahun ini, hanya saja hal tersebut belum dapat diraih dari sisi bottom line.
Manajemen sendiri mengakui bahwa permintaan akan produk etanol dan turunannya masih potensial naik, hanya saja rencana penambahan kapasitas masih ditunda.
Arief Goenadibrata, Direktur Utama MOLI bilang pasar ethanol selalu ada dan terbilang berkembang setiap waktu.
"Kalau di dalam negeri ada kaitannya dengan industri consumer goods yang tengah menyetok barang buat lebaran, maka ada dampak ke permintaan," terangnya kepada Kontan.co.id, Minggu (5/5).
Berkaca pada laporan keuangan perseroan selama kuartal pertama tahun ini revenue yang diraih ialah Rp 283 miliar atau tumbuh 2,1% dibandingkan periode yang sama tahun lalu Rp 277 miliar.
Sedangkan beban pokok penjualan turut naik 2,2% year on year (yoy) menjadi Rp 180 miliar di triwulan pertama tahun ini.
Adapun laba kotor MOLI tercatat naik tipis 0,9% dari Rp 101 miliar di kuartal pertama tahun 2018 menjadi Rp 102 miliar di periode yang sama tahun ini. Setelah dikurangi pos beban lainnya, didapatilah laba bersih perseroan senilai Rp 31,3 miliar di tiga bulan pertama 2019 atau naik kurang dari 1% dibandingkan kuartal pertama 2018 senilai Rp 31 miliar.
"Dari tahun lalu manpower kami sama, utilitas full sama dan ongkos produksi juga sama. Namun memang ada usaha penghematan di semester II nanti dengan hadirnya mesin pengolahan limbah, diharapkan dapat berpengaruh pada kenaikan keuntungan," urai Arief terkait laba yang tergolong stagnan.
MOLI sendiri diketahui memiliki pabrik dengan kapasitas 80 juta liter per tahun dan utilitasnya sudah 100%. Perusahaan memang berencana menambah satu lagi pabrik di Lampung dengan kapasitas 50 juta liter per tahunnya, hanya saja masih tertunda.
Salah satu penyebabnya soal ketidakpastian regulasi. Arief berharap di tahun ini regulasi terkait bioethanol dan ketahanan pangan dapat terealisasi dan membawa efek positif bagi perusahaan. Dengan regulasi tersebut, perseroan menilai permintaan akan ethanol dan turunannya bakal dapat terdongkrak.
Rencana pembangunan pabrik baru diakui manajemen masih digodok terus. Termasuk, kata Arief, perihal kemungkinan berpartner dan desain pabrik tersebut. "Ada beberapa alternatif (untuk partner), dari luar negeri maupun lokal. Yang lokal bisa untuk supporting equipment pabrikan," sebutnya.
Hanya saja manajemen belum dapat membeberkan lebih lanjut detil skema partnership pabrik baru ini. Yang jelas saat ini MOLI masih memperkuat diri di pasar eksisting.
Sejauh ini penjualan masih didominasi lokal sebanyak 60% dan sisanya ekspor sekitar 40%. Salah satu pelanggan besar perseroan ialah perusahaan beverages asal Filipina bernama Tanduay Distiller Inc. yang sepanjang tiga bulan pertama tahun ini menyumbang Rp 94 miliar bagi revenue MOLI, atau naik 9,3% dibandingkan periode yang sama tahun lalu Rp 86 miliar.
Produk ethanol menjadi tulang punggung bisnis perusahaan sebanyak 92% di kuartal-I 2019 atau senilai Rp 260 miliar, naik 3,1% dibandingkan periode yang sama tahun kemarin.
Sementara produk karbondioksida yang biasanya dipakai minuman bersoda dan pengawetan ikan terbilang stagnan hanya Rp 13 miliar dan capaian kuartal-I 2019 sama kurang lebih sama dengan kuartal-I 2018.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News