Reporter: Agung Hidayat | Editor: Azis Husaini
KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Produsen etanol, PT Madusari Murni Indah Tbk (MOLI) masih menggenjot kinerja bisnisnya. Adapun kapasitas produksi perseroan saat ini telah mentok, sehingga MOLI berusaha menjaga margin dan melakukan efisiensi agar tetap memperoleh pertumbuhan keuntungan.
Arief Goenadibrata, Direktur Utama MOLI mengatakan untuk target tahun ini sekitaran 5% saja. Pabrik MOLI saat ini yang berkapasitas 80 juta liter per tahunnya telah memiliki utilitas 100% dan terserap maksimal oleh pasar, sehingga penjualan perseroan diperkirakan tidak mengalami kenaikan terlalu tajam.
"Namun dari sisi bottomline ada kenaikan," ujar Arief kepada Kontan.co.id, Kamis (17/1). Hal ini disebabkan bahan baku pabrikan yakni molase (ampas tebu) dari petani lokal, dapat dikontrol pemakaiannya oleh pabrikan hingga lebih efisien.
"Selain itu margin kami juga bertambah. Apalagi kemarin dolar AS naik," kata Arief. Hal ini dapat dimaklumi, lantaran 40% penjualan MOLI memang menyasar pasar ekspor sehingga kenaikan kurs dolar AS menjadikan perusahaan memperoleh laba selisih kurs yang signifikan.
Adapun sebelumnya MOLI menargetkan pendapatan di 2018 naik sekitar 3% menjadi Rp 1,16 triliun dari pendapatan tahun sebelumnya yang tercatat Rp 1,13 triliun. Menurut Arief pendapatan di tahun lalu sudah tercapai sesuai harapan, bahkan untuk laba bersih masih kemungkinan lebih tinggi dari pertumbuhan revenue.
Lebih lanjut Arief mengatakan, permintaan akan etanol baik di dalam negeri maupun di luar masih sangat tinggi. "Mayoritas kalau di Indonesia untuk consumer goods, maka pertumbuhannya juga ikut sektor tersebut," sebutnya.
Selain itu MOLI merasa percaya diri sebab tiap tahun selalu mendapatkan kontrak pembelian yang telah memastikan serapan produksi pabrikan. Biasanya setiap tahunnya pula harga produk disesuaikan kembali, sehingga meminimalisir beban penjualan perseroan.
Kedepan perseroan berencana menggandeng partner dari pabrik-pabrik kecil di luar grup Madusari. Selama ini beberapa industri kecil masih kesulitan mencari pelanggan, apalagi beberapa pabrikan kata Arief sempat tiarap akibat wacana penggunaan bahan bakar etanol (bioetanol) tak kunjung direalisasikan.
Sekadar informasi, MOLI baru saja Initial Public Offering di tahun 2018 kemarin. Tercatat sebanyak 351 juta lembar saham ditawarkan ke publik dengan harga Rp 580 per lembarnya, artinya perseroan mengantongi dana IPO sekitar Rp 203,58 miliar. Sebelumnya manajemen mengatakan bakal menggunakan dana IPO untuk membangun pabrik baru berkapasitas 50 juta liter per tahun.
Menurut Arief, manajemen masih wait and see untuk memulai ekspansi tersebut. Apalagi suasana jelang pemilihan umum presiden di tahun ini, jika ada suatu regulasi yang berubah misalnya keseriusan pemerintah untuk mendorong penggunaan bioetanol tentunya bakal mempengaruhi laju penambahan pabrik baru MOLI tersebut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News