Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Bumi Resources Tbk (BUMI) tengah menunggu perpanjangan izin dua anak usahanya yang memegang Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) generasi pertama.
Jika pemerintah memberi izin, dua anak usaha BUMI, yakni PT Arutmin Indonesia dan PT Kaltim Prima Coal (KPC) bakal berganti status menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) Operasi Produksi (OP). Salah satu syarat untuk menjadi IUPK OP sebagai perpanjangan dari PKP2B adalah peningkatan penerimaan negara.
Direktur dan Corporate Secretary BUMI DIleep Srivastava mengatakan, pihaknya optimistis Arutmin dan KPC bakal mendapatkan IUPK OP. Saat itu terjadi, katanya, BUMI siap untuk mematuhi segala kewajiban sesuai aturan yang berlaku. "Ya (optimis mendapatkan perpanjangan dan menjadi IUPK OP), BUMI akan mematuhi peraturan, seperti biasanya," kata Dileep saat dihubungi Kontan.co.id, Rabu (22/7).
Baca Juga: APBI: Kami tidak bisa memaksa perusahaan untuk menyesuaikan target produksi batubara
Dileep memang tak membeberkan bagaimana perubahan skema perpajakan atau setoran ke negara, jika Arutmin dan KPC nantinya menjadi IUPK. Namun, dia meyakinkan bahwa sekalipun secara keseluruhan ada peningkatan biaya, skala keekonomian bisa tetap terjaga dengan langkah-langkah optimasi dan pengelolaan biaya tambahan.
Dileep pun enggan berkomentar banyak terkait skema peningkatan penerimaan negara yang diusulkan pemerintah, maupun tentang progres permohonan perpanjangan izin Arutmin dan KPC. Yang pasti, dia berharap agar perpanjangan izin tersebut dapat segera diumumkan Kementerian ESDM.
"Mungkin demikian. Kami menunggu keputusan resmi dari pihak berwenang segera untuk IUPK. Setelah itu, mungkin kami akan berkomentar lebih dalam," sebut Dileep.
Dalam catatan Kontan.co.id, Arutmin sudah mengajukan perpanjangan izin kepada Kementerian ESDM pada Oktober 2019, sedangkan KPC pada Maret 2020. PKP2B generasi pertama yang kontraknya berakhir dalam waktu dekat adalah PT Arutmin Indonesia.
Arutmin memiliki di Satui, Senakin, Batulicin, dan Asam-asam, Kalimantan Selatan dengan luas mencapai 57.107 hektare (ha). Kontrak Arutmin akan berakhir pada 1 November 2020. Sedangkan tambang KPC berlokasi di Sangatta, Kutai Timur, Kalimantan Timur dengan luas wilayah mencapai 90.938 hektare (ha), dan kontraknya akan berakhir pada 31 Desember 2021.
Baca Juga: Bumi Resources (BUMI) tetap targetkan produksi batubara 90 juta ton tahun ini
Jika izin berlanjut dan menjadi IUPK OP sebagai perpanjangan kontrak, untuk PKP2B generasi pertama komponen penerimaan negaranya bakal berubah dari semula: penerimaan negara yang diperoleh saat ini terdiri dari (1) dana hasil produksi batubara (DHPB)/royalti sebesar 13,5%, (2) Lumpsum Payment, (3) PBBKB 7,5% (reimburse), (3) sales tax maksimal 5%, dan (4) PPh badan 45%. Sedangkan untuk PKP2B selain generasi pertama (generasi 1+) hanya dikenakan DHPB 13,5%.
Lalu menjadi: (1) royalti+PHT+BMN sebesar 15% (usulan pemerintah), (2) PBB Prevaling, (3) Pajak daerah prevailing, (4) PPN Prevailing sebesar 10%, (5) PPh Badan Prev. sebesar 25%, dan (6) EAT sebesar 10% dengan porsi 6% untuk daerah dan 4% untuk pusat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News