Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto
Terkait penurunan pendapatan negara itu, Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Satya Widya Yudha meminta Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk melakukan evaluasi terhadap dampak kebijakan harga gas US$ 6.
Langkah ini dibutuhkan untuk memastikan bahwa keuangan negara tetap sehat. Termasuk memastikan penerimaan bagian KKKS untuk menjaga nilai keekonomian lapangan migas.
“Pemerintah dalam hal ini Kementerian Keuangan, perlu melakukan evaluasi terhadap dampak penerimaan pajak yang diakibatkan dari harga gas sebesar enam dolar per MMBTU,” ujarnya dalam forum diskusi yang sama.
Baca Juga: Sudah setahun pelaksanaan, insentif gas US$ 6 MMBTU belum terserap 100%
Satya juga meminta Kementerian Perindustrian (Kemenperin) untuk melakukan evaluasi mengenai kontribusi 7 sektor industri penerima harga gas murah terhadap penerimaan negara. Menurutnya, perlu ada simulasi untuk mengetahui risiko dan dampak kebijakan harga gas US$ 6 ke depan.
Sehingga menteri keuangan selaku bendahara negara bisa melihat bahwa harga gas murah itu benar-benar berdampak terhadap penerimaan PNPB di sektor lain dan pajak yang diakibatkan dari pertumbuhan industri.
"Kami di DEN siap untuk melakukan koordinasi dan sinkronisasi terkait dampak kebijakan ini," imbuhnya.
Kebijakan harga gas US$ 6 tertuang dalam Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 89K Tahun 2020 dan Nomor 91K Tahun 2020. Ada 7 sektor industri yang menikmati subsidi energi dari pemerintah ini.
Yaitu industri pupuk, petrokimia, oleochemical, baja, keramik, kaca, dan sarung tangan karet. Sesuai beleid tersebut, Menteri ESDM dapat melakukan evaluasi kebijakan harga tersebut setiap tahun, atau sewaktu-waktu dengan mempertimbangkan kondisi perekonomian dalam negeri.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News