kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Penetration rate masih rendah, harga internet di Indonesia masih tinggi


Minggu, 05 September 2021 / 16:28 WIB
Penetration rate masih rendah, harga internet di Indonesia masih tinggi
ILUSTRASI. Warga mengakses internet. ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya/hp.


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Internet telah menjadi salah satu kebutuhan vital bagi masyarakat di era digital. Namun, harga internet berlangganan atau broadband di Indonesia dinilai masih tergolong mahal. Hal ini antara lain disebabkan oleh jangkauan internet (penetration rate) yang masih rendah seiring biaya investasi yang tinggi.

Peneliti Lembaga Manajemen FEB Universitas Indonesia Taufiq Nur menyampaikan, jumlah pemain di pasar internet broadband akan mempengaruhi pembentukan harga (price setting). Namun di luar kota-kota besar, pengembangan infrastruktur masih menjadi persoalan lantaran banyak wilayah yang fasilitas infrastrukturnya belum efisien.

"Dengan keterbatasan ini, meskipun masyarakat menghendaki harga murah, opsi di pasar hanya terbatas sehingga provider lebih dominan dalam price making. Dengan wilayah geografis yang bervariasi, ini membuat perusahaan swasta masih wait and see," kata Taufiq kepada Kontan.co.id, Minggu (5/9).

Dengan begitu, layanan internet broadband di Indonesia masih didominasi oleh perusahaan yang secara infrastruktur sudah berinvestasi sejak lama. Pasalnya, saat ini pemain dengan jangkauan paling luas adalah Telkom Group, yang telah menjangkau lebih dari 95% dari total kota/kabupaten di Indonesia.

Baca Juga: Aspimtel memproyeksikan bisnis menara telekomunikasi masih bisa tumbuh 5%-7%

Sedangkan pemain swasta masih kesulitan untuk masuk ke wilayah-wilayah non kota besar. "Jika wacana akuisisi First Media ke XL Axiata jadi, diharapkan nanti persaingan di pasar broadband bisa semakin seimbang. Nantinya harga yang terbentuk menunjukkan harga efisien yang ada di pasar," ungkap Taufiq.

Dia menambahkan, ada dua jenis perhitungan harga (pricing) dalam berlangganan internet. Yakni basic pricing yang menjadi kompetisi antar provider. Kemudian ada adds on, mempertimbangkan value added yang bisa ditawarkan oleh masing-masing provider.

"Kalau dilihat dari number of user yang masih under-penetrated, menurut saya harganya masih belum ideal dibandingkan dengan value yang didapat konsumen karena antara supply dan demand belum match. Artinya, konsumen belum mendapatkan harga terbaik dibandingkan layanan yang diberikan," terang Taufiq.

Dia memberikan gambaran, dibandingkan sejumlah negara di Asia Tenggara, penetration rate Indonesia masih tergolong rendah. Penetration rate Indonesia baru sekitar 12% per tahun 2019. Sedangkan negara-negara seperti Vietnam, Malaysia dan Thailand sudah di atas 35%.

Dengan penetrasi yang tergolong masih rendah, ada uncapturated market yang masih bisa terus dikembangkan. Dengan pasar yang semakin matang, Taufiq melihat persaingan di layanan internet broadband akan lebih dominan ke kompetisi fitur dan layanan.

Namun Taufiq juga menekankan penetration rate Indonesia yang masih rendah memang tidak bisa secara otomatis disejajarkan dengan negara lainnya. Hal ini terkait dengan kondisi wilayah Indonesia yang luas dan berpulau-pulau, sehingga biaya investasi cenderung akan lebih tinggi.

"Jadi isunya adalah akses dan pemerataan infrastruktur. Pemain menjadi enggan untuk penetrasi ke daerah-daerah karena investment cost-nya besar. Padahal ketika semakin banyak jasa tersebut digunakan, harga yang terbentuk bisa efisien," pungkas Taufiq.

Selanjutnya: Persaingan Bisnis Menara Telekomunikasi Sengit

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP) Negosiasi & Mediasi Penagihan yang Efektif Guna Menangani Kredit / Piutang Macet

[X]
×