Reporter: Lidya Yuniartha | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tahun ini outlet penyaluran beras Perum Bulog akan berkurang. Pasalnya, penyaluran Beras Sejahtera (Rastra) diganti menjadi Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT). Bulog yang tadinya bertugas menyalurkan rastra akan mengganti program ini dengan Bantuan Sosial (Bansos).
Melalui Bansos, Bulog akan menyalurkan beras sebanyak 960.000 ton. Sementara, Bulog menargetkan akan menyerap beras sebanyak 2,7 juta ton.
Melihat hal ini, Pengamat Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB), Dwi Andreas berpendapat, Bulog pun harus memperbesar stok beras komersialnya serta Cadangan Beras Pemerintah (CBP). "Bulog harus memperbesar stok komersial dan CBPnya. Saya rasa, dua sisi bisa berjalan bersama-sama," kata Dwi Andreas kepada KONTAN, Selasa (30/1).
Menurut Dwi, selama ini CBP yang dimiliki oleh Bulog terlalu kecil, di mana CBP hanya berkisar 200.000-300.000 ton per tahun. Dia bilang, dengan angka yang rendah tersebut.
Bulog akan memiliki keterbatasan dalam mengendalikan harga saat harga beras melonjak tinggi. "Kalau ditingkatkan, Bulog bisa melakukan Operasi Pasar dengan efektif," ujar Dwi.
Dwi pun mengakui, dengan adanya pembesaran serapan CBP ini, Bulog akan menghadapi kendala khususnya dalam hal penyimpanan. Risikonya pun besar, terlebih bila beras tersebut tidak terpakai. Tak hanya itu, dia pun berpendapat anggaran untuk penyerapan gabah ini harus disiapkan.
Meski begitu, Dwi berpendapat masih ada upaya yang bisa dilakukan oleh Bulog. Misalnya, untuk CBP ini, Bulog bisa menyerap gabah yang daya simpannya lebih lama. Asalkan, kriteria gabah tersebut memenuhi persyaratan. "Persoalan penyimpanan ini memang semakin lama kualitasnya akan semakin buruk," kata Dwi.
Dwi yakin Bulog akan mampu menjalankan hal ini apabila Bulog diminta untuk memperbesar stok CBP dan beras komersial. Dia pun berpendapat, dalam memproduksi beras komersial, Bulog tidak akan mengalami kendala khususnya dalam bidang infrastruktur.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News