Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Narita Indrastiti
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemenuhan Domestic Market Obligation (DMO) batubara masih menjadi sorotan. Pasalnya, tak semua pengusaha batubara mau bersikap kooperatif untuk memenuhi kewajiban tersebut.
Sampai Semester I-2018, realisasi penjualan batubara dalam rangka DMO sebesar 49,73 juta ton. Jumlah itu masih jauh di bawah target DMO tahun ini, yakni sebesar 121 juta ton.
Menurut Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bambang Gatot Ariyono, persentase jumlah batubara untuk DMO dari tahun 2010-2017 rata-rata hanya mencapai 19% dari jumlah produksi batubara nasional. Namun, Bambang bilang, dari tahun ke tahun, pemenuhan kebutuhan domestik batubara mengalami kenaikan.
“Pada tahun 2014 itu 76 juta ton, tahun 2015 sebesar 86 juta ton, kemudian tahun 2016 menjadi 127 juta ton, dan 2017 sebanyak 152 juta ton. Untuk tahun ini masih 49,7 juta ton,” terang Bambang dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR RI, Senin (27/8).
Sebagai informasi, berdasarkan Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM No. 23 K/30/MEM/ 2018, Persentase minimal DMO ialah sebesar 25% dari rencana jumlah produksi tahun 2018. Perusahaan yang tidak memenuhi DMO dikenakan sanksi pemotongan produksi tahun 2019 serta pengurangan kuota ekspor.
Merujuk pada Surat Menteri ESDM Nomor 2841/30/MEM.B/2018, pada 8 Juni 2018, Perusahaan yang tidak memenuhi kewajiban DMO hanya akan diberikan persetujuan tingkat produksi tahun 2019 sebesar 4 kali dari realisasi pemenuhan DMO tahun 2018. Pelaksanaan pemenuhan DMO itu ditujukan kepada pembangkit listrik untuk kepentingan umum (PLN/IPP) serta pengguna akhir lainnya.
Berdasarkan data rekap realisasi DMO Semester I-2018 yang sebesar 49,73 juta ton tersebut, ada sejumlah 44,79 juta ton yang diperuntukkan untuk kelistrikan nasional, dan 4,94 juta ton untuk industri lain. Namun, Kementerian ESDM optimistis, target DMO bisa tercapai, melihat angka realisasi yang terus bergerak naik.
Data hingga bulan Juli misalnya, Bambang mengklaim, sudah ada kenaikan angka realisasi DMO menjadi 61,2 juta ton. Rinciannya, 55,4 juta ton untuk kelistrikan nasional dan 5,8 juta ton untuk industri lainnya.
Dikonfirmasi terpisah, Direktur Pengadaan Strategis PLN, Supangkat Iwan Santoso menyebut, pasokan batubara DMO sepanjang ini masih ada dalam posisi yang aman. Kondisi itu dengan merujuk pada perkiraan produksi listrik PLN yang membutuhkan sekitar 92 juta ton sepanjang tahun ini.
“Sepanjang ini cukup. Memang kita DMO semua, masih sesuai target kita 92 juta ton untuk tahun ini. Perkiraan sesuai produksi listrik ya kira-kira segitu,” kata Supangkat kepada KONTAN pada Selasa (28/8).
Namun, menurut Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM), Fahmy Radhi, dibutuhkan penegasan aturan agar pemenuhan DMO, khususnya untuk PLN bisa terjaga. Fahmy menyebut, idealnya, ada penetapan target pemenuhan DMO setiap bulan dengan memperhitungkan kewajiban DMO 25% dalam setahun.
Fahmy bilang, jika DMO 25% dihitung pada akhir tahun, dikhawatirkan pemenuhan DMO pada setiap fase awal tahun tidak akan optimal. Sebabnya, perusahaan batubara bisa saja berdalih untuk memperlambat pasokan DMO dan mengutamakan ekspor yang harganya jauh lebih menguntungkan dari sisi pengusaha.
Kemudian, pemenuhan DMO pun ditumpuk pada akhir tahun, dengan logika bahwa yang penting kewajiban DMO 25% bisa terpenuhi. Padahal, kebutuhan domestik, khususnya untuk ketenagalistrikan harus terus berjalan, tidak menunggu sampai akhir tahun.
Memang, Harga Batubara Acuan (HBA) untuk ekspor lebih menggiurkan dibanding harga untuk DMO. Pada Agustus 2018 ini misalnya, HBA untuk ekspor sebesar US$ 107 per ton, sedangkan HBA Khusus untuk PLN/IPP dipatok pada angka US$ 70 per ton.
“Kalau seperti itu, ya pengusaha tidak bisa disalahkan juga. Jadi sebaiknya DMO 25% setahun itu kemudian dibagi 12. Misalnya, dari 25% itu 120 juta ton, maka realisasi per bulan 10 juta ton. Intinya, realisasi setiap bulan mencerminkan DMO 25% dalam setahun. Agar perusahaan tidak mengelak atau berdalih memperlambat suplai DMO, itu harusnya diatur juga di Kepmen,” terang Fahmy.
Menurut Bambang, hingga kini memang masih banyak perusahaan yang belum memenuhi kewajiban DMO. Namun, ia enggan merinci berapa jumlahnya dan dari perusahaan mana saja. “Masih, banyak sekali,” kata Bambang.
Bambang menyebut, hingga Juni 2018, ada 84 perusahaan pemegang PKP2B dan IUP OP yang memasok batubara untuk kelistrikan nasional. Dalam RDP itu, Komisi VII DPR RI pun mendorong Dirjen Minerba Kementerian ESDM agar terus mengejar realisasi DMO minimal 25% bagi pemenuhan kebutuhan domestik (PLN/IPP) serta memberikan sanksi pada perusahaan yang tidak memenuhi kewajiban DMO tersebut.
Dalam kesempatan yang sama, Bambang memaparkan, dari target ekspor batubara 364 juta ton, realisasi hingga Juni sebesar 209,6 juta ton. Nilai ekspor dari jumlah tersebut diketahui sebesar US$ 11,8 miliar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News