Reporter: Filemon Agung | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rencana Indonesia Battery Corporation (IBC) mengakuisisi perusahaan kendaraan listrik asal Jerman hingga kini belum menemukan titik cerah.
Pengamat Otomotif Bebin Djuana mempertanyakan langkah IBC dalam akuisisi perusahaan asal Jerman ini. Menurutnya, IBC sebaiknya berfokus pada pengembangan baterai listrik mengingat adanya kebutuhan yang besar di masa mendatang. Selain itu, dengan perkembangan pesat ekosistem baterai dan kendaraan listrik, dibutuhkan riset dan pengembangan disaat yang bersamaan.
"Masih terlalu banyak yang harus dikerjakan dalam menyambut kendaraan listrik, mengapa mencari kesibukan yang lain?," kata Bebin kepada Kontan, Kamis (30/12).
Bebin melanjutkan, mulai 2022 mendatang, kendaraan listrik akan mulai menarik perhatian konsumen seiring diberlakukannya pajak karbon. Dengan demikian, ada potensi harganya bisa menjadi lebih terjangkau. Menurutnya, langkah IBC yang mengakuisisi perusahaan kendaraan listrik di Jerman menunjukkan ketidakfokusan dalam menjalankan tugas.
Baca Juga: Menteri Bahlil dorong IBC akuisisi pabrik mobil listrik dari Jerman
Bebin menambahkan, dalam proses akselerasi kendaraan listrik di Indonesia masih dibutuhkan insentif. Hal ini pun juga dilakukan oleh negara lain seperti Norwegia di awal pengembangan EV. Alhasil, Norwegia kini jadi negara terdepan dalam hal utilisasi kendaraan listrik saat ini.
Adapun insentif yang perlu diberikan menurutnya meliputi pinjaman bunga ringan. "Untuk pengguna kendaraan umum, pinjaman bunga ringan (kemudian) perlu dibahas dengan pemegang merek (untuk) kemudahan-kemudahan bagi konsumen," ungkap Bebin.
Menurutnya, untuk akselerasi EV di Indonesia tak hanya berkaitan dengan harga kendaraan listrik. Masyarakat dinilai perlu didorong dan diyakinkan untuk melihat kendaraan listrik sebagai masa depan transportasi global maupun Indonesia secara khusus.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News