Reporter: Lita Febriani | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perang tarif perusahaan penyedia aplikasi transportasi daring atau ojek online (Ojol) semakin memanas. Persaingan tarif ini membuat persaingan bisnis Ojol menjadi tidak sehat.
Pengamat Ekonomi Universitas Indonesia (UI) Ari Kuncoro menerangkan perang tarif dengan harga rendah hanya menarik dalam jangka pendek. Namun perang tarif yang tidak terkontrol seperti sekarang berpotensi menciptakan satu pemain sehingga akan menguasai pasar atau monopoli.
“Kalau sudah begitu maka sulit menciptakan kompetisi lagi. Sudah tidak sehat,” ujar Pengamat Ekonomi Universitas Indonesia Ari Kuncoro di Jakarta, Rabu (27/2).
Perang tarif antar perusahaan aplikasi Ojol dimulai dari banjirnya penawaran promo yang gencar dilakukan perusahaan Ojol asal Malaysia, Grab. Dengan skema penetapan tarif yang cenderung 'jual rugi' ini diyakini menjadi strategi manajemen Grab demi memperluas pangsa pasar.
Ari mengtakan, perang tarif di bisnis Ojol harus segera dihentikan. Selain akan menciptakan kompetisi bisnis yang tidak sehat, keberadaan perang tarif juga akan merugikan konsumen dan pengemudi.
"Kalau terlalu murah faktor keselamatan jadi terabaikan. Bisa jadi motor tidak di service dan harus kerja siang malam untuk mengejar setoran sehingga membahayakan keselamatan driver maupun konsumen,” kata Ari.
Saat ini manajemen Grab menerapkan tarif Rp 1.200 per kilometer (km) atau lebih murah Rp 400 dibandingkan pesaingnya Gojek yang menetapkan tarif di level Rp 1.600 per km. Tidak hanya itu, manajemen Grab juga diketahui mengguyur banyak promo sebagai iming-iming dalam menarik konsumen.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News