Reporter: Dimas Andi | Editor: Handoyo .
Terlepas dari adanya perubahan skema, Komaidi memperkirakan, konsumsi LPG nasional belum akan tumbuh normal bahkan hingga awal tahun depan. Hal ini akibat masih terasanya dampak wabah Corona meski sejumlah aktivitas ekonomi mulai pulih seiring pelonggaran kebijakan PSBB. “Konsumsi ada ekspektasi meningkat namun pertumbuhannya akan berjalan lambat,” tutur dia.
Sementara itu, Fahmy menyatakan, cepat atau lambat Indonesia harus bisa mengurangi subsidi LPG. Ini mengingat sudah menjadi fakta bahwa Indonesia masih mengimpor LPG dalam jumlah yang cukup besar. Jumlah impor LPG bisa bertambah banyak jika kebijakan subsidi tidak tepat sasaran.
Mengutip berita sebelumnya, Kementerian ESDM mencatat bahwa di tahun 2019 terdapat 5,73 juta metrik ton LPG yang diperoleh melalui impor. Jumlah tersebut mencakup 75% dari total kebutuhan LPG nasional pada saat itu.
Baca Juga: Kejaksaan akan eksekusi dua barang bukti ratusan milyar di kasus eks dirut TPPI
Menurut Fahmy, penggunaan jaringan gas (jargas) dapat menjadi alternatif di samping penggunaan LPG. Apalagi, harga gas yang diperoleh dari jaringan pipa transmisi lebih murah dari LPG. “Namun, jargas harus dibangun sampai ke rumah-rumah. Itu pun baru efektif jika dilakukan di daerah yang dekat sumber gas. Kebijakan ini jelas tidak bisa dilakukan dalam jangka pendek,” terang dia.
Catatan Kontan, Kementerian ESDM mencanangkan pembangunan jargas hingga mencapai 4 juta sambungan rumah (SR) pada tahun 2024. Adapun pada tahun 2020, pemerintah menargetkan pembangunan jargas sebanyak 266.070 SR. Namun, jumlah ini berkurang menjadi hanya 127.864 SR lantaran sebagian dananya dialihkan untuk penanganan pandemi Corona.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News