Reporter: Amalia Nur Fitri | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pengamat menilai saat ini masih terjadi ketimpangan atau ketidakseimbangan antara permintaan rumah subsidi dengan pasokan yang tersedia.
Director Head of Research and Consultancy Savills, Anton Sitorus mengemukakan permintaan masyarakat terhadap rumah subsidi lebih tinggi dibandingkan dengan pasokan yang ada. Menurutnya, hal ini terus berlangsung sejak lama.
"Jika melihat dari sisi harga, rumah subsidi dengan berbagai skema ini sudah memiliki harga yang sesuai. Harga yang rendah inilah yang pasti diminati oleh masyarakat, terutama masyarakat berpenghasilan rendah," jelasnya kepada Kontan, Senin (1/2).
Baca Juga: Wijaya Karya (WIKA) genggam dua kontrak anyar senilai Rp 967,95 miliar
Lebih lanjut, berdasarkan data Backlog Kepemilikan Rumah tahun 2020 dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat RI (Kementerian PUPR), secara nasional Indonesia memiliki backlog mencapai 13,49 juta unit.
Sedangkan pada semester II 2020, Asosiasi Pengembang Perumahan dan Pemukiman Seluruh Indonesia (Apersi) mengatakan realisasi rumah subsidi sekitar 150.000 hingga 170.000 unit.
Anton juga menjelaskan bagaimana hambatan yang dihadapi pengembang dalam membangun rumah subsidi. Harga tanah yang terus meningkat serta harga atau subsidi yang telah ditentukan oleh Pemerintah, membuat keuntungan yang diperoleh menjadi tidak seberapa.
Namun demikian, selain tidak bisa menggantungkan proyek pada swasta, Anton juga berkata permasalahan minimnya keuntungan itu tidak hanya dipikul oleh pihak swasta. Lembaga pemerintah melalui Perumnas juga merasakan hal yang sama. Dengan demikian, hal ini selalu melahirkan kekurangan pasokan rumah subsidi.
Baca Juga: Siapkan capex Rp 430 miliar, PP Properti (PPRO) dapat pinjaman dari induk usaha
"Sebenarnya yang dibutuhkan untuk melancarkan pembangunan rumah subsidi adalah rencana kuat Pemerintah. Sebab bagaimana pun, Pemerintah seharusnya tidak mencari keuntungan. Dengan begitu, proyek ini pun bisa berhasil jika mengejar kekurangan perumahan (backlog) dengan political will yang besar," sambungnya.
Ia berkata, dengan perbandingan backlog yang tinggi dengan pasokan yang tidak sepadan, membuat Indonesia harus mengejar keterisian backlog hingga puluhan tahun. "Jika melihat salah satu faktor tersebut, maka jelas permintaan dan pasokan rumah subsidi masih sangat jauh," tutup dia.
Selanjutnya: Dafam Property (DFAM): Penjualan dan pembangunan rumah subsidi terhalang PSBB
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News