Sumber: Kompas.com | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Rencana pemerintah untuk menambah obyek penerimaan pajak dengan menurunkan batas pengenaan PPh Pasal 22 UU No 36/2008 tentang Pemungutan Pajak Barang Mewah, pada rumah dari semula hanya untuk harga jual di atas Rp 10 miliar menjadi di atas Rp 2 miliar dinilai kontraproduktif.
Meskipun penambahan objek pajak rumah mewah tersebut sebagai strategi pemerintah dalam menggenjot penerimaan pajak pada tahun ini, pengembang menyatakan keberatan. Karena, dengan demikian ongkos untuk membeli properti lebih mahal lagi akibat PPh rumah mewah di atas Rp 2 miliar akan dikenakan sebesar 5 persen dari harga jual, tidak termasuk PPN dan PPnBM.
Direktur Utama PT Ciputra Surya Tbk, Harun Hajadi, mengutarakan hal tersebut kepada Kompas.com, Selasa (27/1/2015).
"Ini sangat berdampak kurang positif terhadap pasar properti. Karena ini berarti cost untuk membeli properti menjadi lebih mahal lagi. Menurut saya ini kontraproduktif. Sebelumnya PPnBM yang ekstra ini dikenakan pada properti di atas Rp 10 miliar. Tapi dengan berubahnya waktu bukannya nilainya bertambah naik, malah turun menjadi Rp 2 miliar," tutur Harun.
Dia juga menengarai alasan atau motif yang mendasari kebijakan pengenaan pajak barang mewah atas properti ini tidak jelas. Menurut Harun, properti menengah di Jakarta saja harga reratanya sudsh di atas Rp 2 miliar.
"Kok properti menengah ini bisa dikategorikan sebagai Barang Mewah? Tidak jelas alasan yang mendasarinya," imbuh Harun.
Mempertimbangkan kebijakan pengenaan pajak Barang Mewah atas properti ini, Harun mengantisipasinya dengan target pertumbuhan penjualan perseroan secara moderat.
"Meskipun kondisi likuiditas tahun 2015 akan lebih baik ketimbang 2014, namun dengan adanya kebijakan perpajakan yang kontraproduktif tersebut, kami menargetkan pertumbuhan penjualan dengan angka moderat sepuluh persen saja," tandas Harun.
Ciputra Surya sendiri, kata Harun, tahun ini akan melansir empat proyek baru di seluruh Indonesia, termasuk Papua Barat. Sedangkan belanja modal tahun ini sekitar Rp 600 miliar yang sebagian besar digunakan untuk akuisisi lahan. (Hilda B Alexander)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News