CLOSE [X]
kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.477.000   -5.000   -0,34%
  • USD/IDR 15.799   28,00   0,18%
  • IDX 7.329   6,57   0,09%
  • KOMPAS100 1.122   1,88   0,17%
  • LQ45 889   4,33   0,49%
  • ISSI 222   0,01   0,00%
  • IDX30 455   2,58   0,57%
  • IDXHIDIV20 547   1,20   0,22%
  • IDX80 129   0,23   0,18%
  • IDXV30 137   0,18   0,13%
  • IDXQ30 151   0,24   0,16%

Pengembangan Energi Panas Bumi di Indonesia: Tantangan Regulasi dan Insentif


Minggu, 10 November 2024 / 23:11 WIB
Pengembangan Energi Panas Bumi di Indonesia: Tantangan Regulasi dan Insentif
ILUSTRASI. Pekerja beraktivitas di areal instalasi sumur geothermal atau panas bumi untuk Pembangkit Tenaga Listrik Panas Bumi (PLTP) PT Geo Dipa Energi di kawasan dataran tinggi Dieng Desa Kepakisan, Batur, Banjarnegara, Jawa Tengah, Senin (28/7/2024). Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mendorong berbagai upaya untuk mengoptimalisasi pemanfaatan tenaga panas bumi bagi kelistrikan dengan mengembangkan proyek PLTP karena ramah lingkungan, terbarukan dan berkelanjutan. ANTARA FOTO/Anis Efizudin/foc.


Reporter: Siti Masitoh | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pengembangan energi panas bumi di Indonesia menghadapi tantangan besar terkait regulasi dan keekonomian harga.

Yayan Satyaki, Pengamat Ekonomi Energi dari Universitas Padjajaran menilai bahwa tumpang tindih regulasi antara pemerintah pusat dan daerah menjadi hambatan utama investasi dalam sektor energi panas bumi.

Menurut Yayan, peraturan yang sering kali berubah secara tiba-tiba, terutama saat terjadi pergantian kepala daerah, menciptakan ketidakpastian bagi investor.

Baca Juga: Pemerintah Berkomitmen untuk Terus Dukung Pengembangan Energi Panas Bumi

“Perubahan regulasi yang kurang transparan, seperti waktu pemrosesan izin dan dokumen pendukung yang diperlukan, membuat investor bingung,” ujar Yayan kepada Kontan.co.id, Minggu (10/11).

Pemerintah telah memberikan insentif fiskal seperti tax holiday, pembebasan bea masuk, dan pembebasan pajak bumi dan bangunan (PBB) selama masa eksplorasi untuk menarik investasi.

Meski demikian, Yayan menilai insentif ini belum cukup efektif tanpa adanya harmonisasi regulasi antara pusat dan daerah.

Selain regulasi, tantangan keekonomian harga juga menjadi perhatian.

Internal Rate of Return (IRR) proyek panas bumi di Indonesia berada di atas 10%, lebih tinggi dibandingkan negara-negara pesaing seperti Filipina yang berkisar antara 8-10%.

Baca Juga: Geo Dipa Energi: Dibutuhkan Penetapan Tarif Energi Panas Bumi Agar Lebih Kompetitif

Yayan menilai keekonomian harga yang lebih kompetitif penting agar investasi energi panas bumi tetap menarik.

Indonesia juga memiliki biaya mitigasi risiko yang relatif lebih tinggi dibandingkan Filipina, yang semakin membebani investor.

Untuk memperkuat daya tarik investasi, Yayan menyarankan agar pemerintah menyelesaikan permasalahan regulasi secara segera dan memastikan kebijakan investasi yang konsisten, khususnya dalam proyek-proyek energi bersih strategis seperti Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP).

Selanjutnya: Pengamat CITA Proyeksikan Penerimaan Pajak Positif pada Akhir Tahun 2024

Menarik Dibaca: Hujan dari Siang sampai Sore, Berikut Proyeksi Cuaca Besok (11/11) di Jakarta

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×