kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.405.000   -9.000   -0,64%
  • USD/IDR 15.370
  • IDX 7.722   40,80   0,53%
  • KOMPAS100 1.176   5,28   0,45%
  • LQ45 950   6,41   0,68%
  • ISSI 225   0,01   0,00%
  • IDX30 481   2,75   0,57%
  • IDXHIDIV20 584   2,72   0,47%
  • IDX80 133   0,62   0,47%
  • IDXV30 138   -1,18   -0,84%
  • IDXQ30 161   0,48   0,30%

Industri Panas Bumi Masih Diminati Swasta


Minggu, 13 Agustus 2023 / 16:32 WIB
Industri Panas Bumi Masih Diminati Swasta
ILUSTRASI. Industri panas bumi masih diminati perusahaan swasta


Reporter: Muhammad Julian | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Industri panas bumi masih diminati perusahaan swasta. Buktinya, sederet perusahaan swasta tercatat mengupayakan peluang pengusahaan sektor energi terbarukan tersebut.

Teranyar, Grup Astra lewat anak usaha dari PT United Tractors Tbk (UNTR), yakni PT Energia Prima Nusantara (EPN), melakukan penandatanganan Perjanjian Pengambilan Bagian (Subscription Agreement) awal pekan ini (7/8) untuk mengambil 40,476% saham baru yang diterbitkan oleh PT Supreme Energy Sriwijaya (SES).

SES merupakan salah satu pemegang saham pada PT Supreme Energy Rantau Dedap (SERD), perusahaan pemegang Izin Panas Bumi dengan kapasitas 2 x 49 megawatt (MW) yang telah beroperasi berlokasi di Kabupaten Lahat, Kota Pagar Alam dan Kabupaten Muara Enim, Provinsi Sumatera Selatan.

Baca Juga: 22 Tahun Beroperasi Komersial, Ini Kontribusi Pertamina Geothermal Energy untuk Sulut

Sekretaris Perusahaan UNTR, Sara K Loebis, mengatakan bahwa langkah ini merupakan bentuk salah satu upaya UNTR untuk menyeimbangkan bisnis batubara dan non batubara. Di lain pihak, kata Sara, upaya diversifikasi ke sektor energi terbarukan juga bukan merupakan hal baru bagi UNTR.

“United Tractor sudah masuk ke beberapa inisiatif energi terbarukan, yaitu minihidro, rooftop solar PV. Jadi geothermal juga jadi salah satu opsi yang menarik,” kata Sara kepada Kontan.co.id (10/8).

Nilai dari akuisisi ini diproyeksikan sebesar Rp 634,94 miliar atau US$ 42,32 juta. Namun, nilai tersebut bisa berubah pada saat penutupan transaksi lantaran adanya penyesuaian posisi laporan keuangan saat penutupan transaksi.

Belum ketahuan seperti apa dampak dari langkah akuisisi SES terhadap pembukuan kinerja UNTR di tahun ini maupun periode-periode berikutnya.

“Mengenai dampaknya di lapkeu (laporan keuangan), saya belum tahu apakah akan langsung tercermin di tahun ini, (masih) menunggu closing transaction,” tutur Sara.

Sebelum Grup Astra, sejumlah perusahaan swasta sudah lebih dahulu terlibat dalam kegiatan hulu panas bumi. Misalnya saja Grup Barito lewat entitas anak usahanya, yakni Star Energy, operator panas bumi dengan kapasitas terpasang 885 MW di tiga aset operasi. 

Menukil Laporan Tahunan  PT Barito Pacific Tbk (BRPT), Star Energy memiliki 3 aset panas bumi yang beroperasi dengan total kapasitas terpasang 885 MW per akhir 2022. Secara terperinci, ketiga aset tersebut meliputi Operasi Panas Bumi Wayang Windu memiliki kombinasi kapasitas terpasang sebesar 230,5MW, Operasi Panas Bumi Salak memiliki total kapasitas terpasang sebesar 201MW dan kapasitas penjualan uap sebesar 180 MW, dan Operasi Panas Bumi Darajat memiliki total kapasitas terpasang sebesar 219,5 MW dan kapasitas penjualan uap sebesar 55 MW.

Kegiatan usaha panas bumi Star Energy bergantung sepenuhnya pada dua tipe kontrak utama dengan PLN dan PGE, yakni Joint Operation Contract (JOC) dan Energy Sales Contact (ESC).

Selain itu, ada juga entitas Grup Sinar Mas, PT Daya Mas Geopatra Pangrango, yang dipercaya melakukan kegiatan Penugasan Survei Pendahuluan dan Eksplorasi (PSPE) Cipanas yang berada di Kecamatan Cipanas dan Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat. Sumber daya panas bumi yang tersedia di wilayah PSPE Cipanas diperkirakan sebesar 85 MW, dengan rencana pengembangan proyek PLTP Cipanas yaitu sebesar 55 MW. 

Baca Juga: Kementerian ESDM Siapkan Berbagai Kemudahan untuk Tarik Investor ke Bisnis Panas Bumi

Tapi, sebagian besar pengelolaan kapasitas pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) masih di bawah perusahaan pelat merah, yakni PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO), meski akumulasi kapasitas aset PGE yang berada di luar skema kontrak operasi bersama masih di bawah Star Energy. Laporan Keberlanjutan 2022 yang diterbitkan oleh manajemen menyebutkan,  PGE memiliki 12 Wilayah Kerja Kuasa Pengusahaan Panas Bumi, 1 (satu) wilayah kerja izin Panas Bumi yang dimiliki anak perusahaan PGE, dan 1 (satu) wilayah kerja izin Panas Bumi yang ditugaskan kepada anak perusahaan PGE  per akhir tahun 2022.

Total kapasitas terpasangnya mencapai sebesar 1877 MW, terdiri atas 672 MW yang dioperasikan sendiri oleh PGE dan 1.205 MW dikelola melalui Kontrak Operasi Bersama (Joint Operation Contract). Kapasitas terpasang panas bumi di wilayah kerja PGE berkontribusi sebesar 80,05% dari total kapasitas terpasang panas bumi di Indonesia.

Direktur Keuangan PT Pertamina Geothermal Energy, Nelwin Aldriansyah, mengatakan bahwa PGEO merencanakan tambahan kapasitas 600 MW dalam 5 tahun ke depan.

“Kami merencanakan akan menambah kapasitas dari saat ini, yakni 672 MW, dengan tambahan 600 MW kapasitas terpasang yang fokusnya di greenfield atau di aset-aset yang selama ini sudah proven resources-nya, tinggal kami membangun power plantnya,” ujar Nelwin kepada Kontan.co.id (11/8).

Menurut hitungan Nelwin, kebutuhan investasi untuk agenda ekspansi tersebut berkisar US$ 1, 6 miliar dolar.

“Kami sudah punya US$ 500 juta dari IPO proses kemarin, sisanya US$ 1, 1 miliar dolar ini yang akan terus kita lakukan financing-nya 5 tahun ke depan, termasuk di dalamnya dari internal cash generation dari operasi kita, maupun dengan raising hutang baru dalam beberapa tahun ke depan,” ujar Nelwin.

Perusahaan pelat merah lainnya, yakni PT Geo Dipa Energi (GDE), juga tidak mau ketinggalan. Direktur Operasi dan HSSE PT Geo Dipa Energi, Rio Supriadinata Marza, mengatakan bahwa Geo Dipa Energi memiliki visi jangka panjang untuk mengembangkan kapasitas PLTP hingga 1.000 MW dalam 30 tahun ke depan.

Sejalan dengan visi tersebut, Geo Dipa Energi berencana mengoptimalkan pengembangan kapasitas hingga 400 MW sampai dengan tahun 2032. Menurut perkiraan Rio, kebutuhan investasi untuk pengembangan tersebut berkisar US$ 4 juta - US$ 5 juta per MW.

“Jadi (kebutuhan investasi) 10 tahun ke depan perkiraan kami sekitar US$ 1,6 miliar - US$ 2 miliar,” kata Rio kepada Kontan.co.id (11/8).

Untuk urusan pendanaan, Geo Dipa Energi, kata Rio, masih mengandalkan skema project finance.

“Kami masih bisa lewat softloan,” tuturnya

Baca Juga: Tarik Investor Besar ke Bisnis Panas Bumi, Kementerian ESDM Siapkan Kemudahan

Saat ini, GDE telah melakukan pengoperasian wilayah kerja panas bumi (WKP) Dieng dan Patuha dengan dua unit PLTP, yaitu 1 Unit di PLTP di lapangan panas bumi Dieng (PLTP Dieng Unit 1) dengan kapasitas terpasang atau installed capacity 60 MW 1 Unit PLTP di lapangan panas bumi Patuha (PLTP Patuha Unit 1) dengan kapasitas terpasang 60 MW.

Di samping itu, GDE juga menerima penugasan Pemerintah untuk melakukan pengelolaan terhadap WKP Candi Umbul Telomoyo dan WKP Arjuno Welirang sesuai Keputusan Menteri ESDM Nomor 1748 K/30/MEM/2017 tanggal 11 April 2017 tentang Penugasan Pengusahaan Panas Bumi Kepada PT Geo Dipa Energi (Persero) di Wilayah Kerja Panas Bumi di Daerah Gunung Arjuno Welirang, dan Keputusan Menteri ESDM Nomor 1749 K/30/MEM/2017 tanggal 11 April 2017 tentang Penugasan Pengusahaan Panas Bumi Kepada PT Geo Dipa Energi (Persero) di Wilayah Kerja Panas Bumi di Daerah Candi Umbul Telomoyo.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×