Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mendorong penyediaan bahan bakar minyak (BBM) yang ramah lingkungan dan beroktan lebih tinggi sebagai strategi menurunkan emisi di sektor transportasi.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif menjelaskan saat ini pemerintah sedang mengontrol dan mengidentifikasi sumber-sumber polutan. Sejauh ini ada tiga sumber utama polusi yakni dari sektor transportasi, industri manufaktur, dan pembangkit batubara.
“Kan ada tiga utama itu transportasi. Itu kita kerja sama dengan Kementerian Perhubungan (Kemenhub), kemudian dari sektor industri dengan Kemenperin, dan kita sendiri dari energi,” jelasnya ketika ditemui di Gedung ESDM, Senin (28/8).
Di sisi transportasi, Arifin menyebut, salah satu solusi yang bisa dijalankan ialah menggunakan bahan bakar minyak (BBM) dengan kadar oktan yang lebih tinggi. Sebab dalam emisi gas buang kendaraan, ada sejumlah unsur polutan yang harus terus dikurangi.
Baca Juga: Tekan Polusi, Pemerintah Bakal Mengalirkan Subsidi ke Pertamax?
“CO2 itu kan sama saja hidrokarbon yang dipakai untuk itu. Tapi yang digunakan untuk mengurangi monoksida, terus kemudian sulfat atau timbal kalau ada itu itu memang harus dilakukan dengan perbaikan produksi BBM-nya,” jelasnya.
Menteri ESDM juga menyatakan saat ini sedang melakukan pendalaman untuk mengambil langkah penyediaan BBM lebih ramah lingkungan. Sebab pemanfaatan bahan bakar yang berkadar oktan lebih tinggi dan beremisi rendah telah dilakukan di negara lain.
Selain itu, Arifin menjelaskan dari sisi energi, polusi berasal dari pembangkit batubara. Pihaknya sudah menurunkan tim khusus untuk mengidentifikasi standard fasilitas pembangkit dan langkah perbaikan ke depan.
Baca Juga: Menakar Untung Rugi Jika Subsidi Energi Dialirkan ke Pertamax
Salah satu strategi yang akan didorong pemerintah di sektor pembangkit batubara adalah menerapkan teknologi penangkapan karbon. Meski harus merogoh kocek lebih dalam untuk menginstalasi Carbon Capture Storage (CCS), Arifin menegaskan, lebih baik melakukan upaya lebih di pembangkit karena ongkos kesehatan untuk generasi mendatang lebih besar.
Masalahnya, jika permasalahan polusi ini dibiarkan terus bergulir, lanjut Arifin, berdasarkan data Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) kenaikan temperatur dunia setelah masa pra-industri bukan lagi 1,5 derajat Celcius, tetapi bisa naik dua kali lipat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News