Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Badan Pengurus Pusat (BPP) Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI) mengakui menguatnya kurs rupiah terhadap dolar tidak serta merta menjadi angin segar bagi seluruh pelaku usaha, khususnya importir.
Asal tahu saja, kurs rupiah kembali perkasa, buktinya pada akhir pekan lalu (5/6) kurs rupiah di pasar spot menguat 1,54% ke Rp 13,878 per dollar AS. Adapun melihat dari Bloomberg, pada pukul 16:31 WIB rupiah masih nyaman bertengger di Rp 13.885.
Baca Juga: Penguatan rupiah di bawah Rp 14.000 per dolar AS dinilai pas dengan keseimbangan
Erwin Taufan, Sekjen Badan Pengurus Pusat (BPP) Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI) menjelaskan kalau dalam kondisi normal (sebelum Corona) tentu penguatan rupiah akan menjadi katalis positif bagi importir.
"Namun di keadaan saat ini, ketika ada Corona, efek penguatan rupiah tidak terasa signifikan bagi importir secara keseluruhan karena sudah banyak pelaku usaha yang terpuruk," jelasnya kepada Kontan.co.id, Senin (8/6).
Erwin mengungkapkan paling tidak menguatnya rupiah terhadap dolar bisa menjadi angin segar bagi 50% pelaku usaha, itu pun yang bergerak di sektor farmasi seperti produsen alat kesehatan dan obat-obatan.
Hal ini disebabkan bahan baku sektor farmasi masih 90% diimpor. Tentu ini bisa jadi momentum bagi perusahaan di sektor farmasi mengimpor bahan baku.
Baca Juga: Berhasil tembus level psikologis Rp 14.000 per dolar AS, rupiah dinilai rawan koreksi
Namun sayang, bagi pengusaha di sektor lain seperti sektor konsumtif, bahan makanan, dan industri pasti berpikir ulang untuk memanfaatkan momentum ini. Erwin bilang pertimbangan sektor-sektor ini antara lain daya beli dan arus kas yang harus dijaga.
"Adapun bagi industri, prioritas saat ini adalah merampingkan struktur yang ada sehingga menguatnya kurs rupiah efeknya tidak signifikan karena sedang pada wait and see," kata Earfy
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News