kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Penguatan rupiah kali ini dinilai tidak berdampak signifikan ke importir, kenapa?


Senin, 08 Juni 2020 / 16:47 WIB
Penguatan rupiah kali ini dinilai tidak berdampak signifikan ke importir, kenapa?
ILUSTRASI. Sepanjang Januari hingga April 2020, arus peti kemas (throughput) di Pelabuhan Tanjung Priok mencapai 2,12 juta TEUs. Angka ini meningkat 550 ribu TEUs dibandingkan bulan sebelumnya.


Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Badan Pengurus Pusat (BPP) Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI) mengakui menguatnya kurs rupiah terhadap dolar tidak serta merta menjadi angin segar bagi seluruh pelaku usaha, khususnya importir. 

Asal tahu saja, kurs rupiah kembali perkasa, buktinya pada akhir pekan lalu (5/6) kurs rupiah di pasar spot menguat 1,54% ke Rp 13,878 per dollar AS. Adapun melihat dari Bloomberg, pada pukul 16:31 WIB rupiah masih nyaman bertengger di Rp 13.885. 

Baca Juga: Penguatan rupiah di bawah Rp 14.000 per dolar AS dinilai pas dengan keseimbangan

Erwin Taufan, Sekjen Badan Pengurus Pusat (BPP) Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI) menjelaskan kalau dalam kondisi normal (sebelum Corona) tentu penguatan rupiah akan menjadi katalis positif bagi importir. 

"Namun di keadaan saat ini, ketika ada Corona, efek penguatan rupiah tidak terasa signifikan bagi importir secara keseluruhan karena sudah banyak pelaku usaha yang terpuruk," jelasnya kepada Kontan.co.id, Senin (8/6). 

Erwin mengungkapkan paling tidak menguatnya rupiah terhadap dolar bisa menjadi angin segar bagi 50% pelaku usaha, itu pun yang bergerak di sektor farmasi seperti produsen alat kesehatan dan obat-obatan. 

Hal ini disebabkan bahan baku sektor farmasi masih 90% diimpor. Tentu ini bisa jadi momentum bagi perusahaan di sektor farmasi mengimpor bahan baku. 

Baca Juga: Berhasil tembus level psikologis Rp 14.000 per dolar AS, rupiah dinilai rawan koreksi

Namun sayang, bagi pengusaha di sektor lain seperti sektor konsumtif, bahan makanan, dan industri pasti berpikir ulang untuk memanfaatkan momentum ini. Erwin bilang pertimbangan sektor-sektor ini antara lain daya beli dan arus kas yang harus dijaga. 

"Adapun bagi industri, prioritas saat ini adalah merampingkan struktur yang ada sehingga menguatnya kurs rupiah efeknya tidak signifikan karena sedang pada wait and see," kata Earfy

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×