Sumber: Antara | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Forum Nikotin Global 2017 (GFN) yang diselenggarakan di Warsawa, Polandia pada bulan Juni lalu, menghasilkan keputusan bahwa pemanas tembakau (tobacco heating products/THP) dianggap bisa jadi solusi alternatif pengganti rokok yang paling mudah untuk diadaptasi oleh perokok.
Hasil ini muncul setelah adanya beragam aturan ketat untuk produk tembakau serta pelarangan merokok di tempat tertentu di berbagai negara, salah satunya Singapura. Akan tetapi, berdasarkan dua survei kesehatan nasional 2010 dan 2013, penurunan prevelansi merokok di negara tersebut hanya mengalami penurunan sangat kecil, yaitu 14,3 persen menjadi 13,3 persen selama tiga tahun.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tidak semua cara eksesif mampu menurunkan prevelansi merokok secara efektif. Jika suatu negara sudah menerapkan berbagai kebijakan, seperti menaikkan cukai rokok, menerapkan kawasan tanpa rokok, hingga meningkatkan kesadaran mengenai bahaya merokok namun masih tidak berhasil menurunkan prevelansi merokok secara signifikan, maka solusi untuk menyediakan produk alternatif rokok perlu dipertimbangkan.
Associate Professor Colin Mendelsohn dari Universitas New South Wales (Australia) mengatakan, "Saat ini kita sudah memiliki beragam produk alternatif bagi para perokok sebagai cara untuk mengurangi risiko kesehatan. Kami mengimbau agar produk alternatif tersebut tidak dilarang."
Saat ini, selain THP, terdapat sejumlah produk alternatif rokok di beberapa negara seperti vape dan/atau rokok elektrik tanpa tembakau (vaping products / VP) dan produk tembakau lainnya, seperti snus.
THP dianggap sebagai alternatif yang paling aman dan mudah digunakan karena tidak melakukan proses pembakaran, melainkan pemanasan tembakau pada suhu sekitar 300 derajat. Proses pemanasan tidak menimbulkan zat berbahaya seperti tar, sehingga dapat mengurangi risiko kesehatan.
“Pemerintah Indonesia perlu mengadopsi prinsip pengurangan bahaya rokok melalui hadirnya regulasi yang mengakomodir alternatif pengganti rokok dan tidak serta-merta melarang,” tutup Dr. Ardini Saptaningsih, Penasihat Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) yang turut hadir sebagai perwakilan Indonesia di GFN.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News