kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.326.000 0,53%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pengurusan Amdal Terlalu Lama, Proyek Energi Banyak Terhambat


Senin, 15 Agustus 2022 / 20:24 WIB
Pengurusan Amdal Terlalu Lama, Proyek Energi Banyak Terhambat
ILUSTRASI. Panel surya yang digunakan di area perkantoran PT Pupuk Kalimantan Timur (PKT), Bontang, Kalimantan Timur (27/7/2022).


Reporter: Azis Husaini, Filemon Agung, Muhammad Julian | Editor: Azis Husaini

KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Hadirnya regulasi baru terkait ketentuan izin lingkungan dan izin Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) ternyata malah menghambat rencana investasi sektor energi. Bahkan energi bersih yang menjadi proyek prioritas Presiden Joko Widodo dalam menyambut Presidensi G20 juga ikut tersandera dengan ketentuan baru soal Amdal dari Kementerian LHK.

Kontan.co.id mendapat informasi bahwa ada sekitar 4.000 Amdal yang masih tertahan di Kementerian LHK. Banyak perusahaan sudah menunggu tiga sampai empat bulan izin lingkungan tersebut belum juga kelar.

Akar masalahnya adalah karena pemberlakuan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Peraturan Menteri (Permen) LHK Nomor 4 tahun 2021 tentang Daftar Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib Memiliki Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup atau Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelola.

Ketua Umum Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI) Fabby Tumiwa mengungkapkan, ketentuan yang baru ini berpotensi menghambat pelaksanaan bisnis khususnya untuk pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS).

Fabby menjelaskan, ketentuan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 2021 dan Peraturan Menteri (Permen) LHK Nomor 4 Tahun 2021 membuat adanya ketentuan perizinan baru pada lokasi yang sudah memiliki izin lingkungan.

Hal ini membuat rencana pembangunan PLTS di lokasi yang sudah memiliki izin lingkungan harus melalui revisi kembali. Kondisi sama berlaku untuk izin Amdal. "Ketentuan ini dapat memperpanjang proses dan berbiaya mahal," imbuh Fabby kepada Kontan.co.id, Senin (15/8).

Fabby mengatakan, sejumlah perusahaan yang berniat membangun PLTS akhirnya harus mengkaji ulang rencana tersebut serta melakukan perubahan untuk izin lingkungan dan dokumen Amdal yang sudah pernah disetujui.

Fabby menjelaskan, integritas lingkungan memang harus dijunjung tinggi. Akan tetapi, menurutnya perlu ada fleksibilitas dalam penerapannya.

Ia menilai, investasi PLTS tidak memberikan dampak pada lingkungan. "Tidak ada limbah, tidak polusi suara dan sebagainya. Dampak lingkungannya sangat kecil," jelas Fabby.

Fabby pun berharap sektor PLTS dikecualikan dari ketentuan beleid ini. Selain itu, pihaknya juga siap untuk memberikan masukan teknis kepada Kementerian LHK.

Senada, Ketua Umum Asosiasi Produsen Listrik Swasta Indonesia (APLSI), Arthur Simatupang menilai masih ada hambatan dalam implementasi beleid ini. "Sepengetahuan saya ada beberapa anggota yang tidak terhambat. Ada yang terhambat," kata Arthur kepada Kontan, Senin (15/8).

Arthur melanjutkan, implementasi aturan ini berjalan lambat. Untuk itu, diperlukan upaya percepatan.

Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI), Hendra Sinadia mengungkapkan, beberapa anggota kami menghadapi hambatan dalam memperoleh persetujuan perizinan lingkungan.

“Dalam hal pengurusan untuk mendapatkan persetujuan AMDAL, SKKLH (Surat Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup), PerTek (Persetujuan Teknis) pemenuhan baku mutu air, udara, limbah B3 terkendala dalam hal tata waktu karena persyaratan perizinan yang melibatkan cukup banyak direktorat membuat proses pengurusan lebih kompleks,” ujar Hendra saat dihubungi Kontan.co.id (8/8).

Dugaan Hendra, proses pengurusan perizinan lingkungan yang memakan waktu terjadi lantaran pemahaman peraturan oleh sebagian evaluator yang belum seragam. Catatan saja, saat ini perizinan lingkungan untuk  rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang berdampak terhadap Lingkungan Hidup diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang diundangkan pada Februari 2-021 silam.

“Kami menyadari penerbitan PP No. 22 Tahun 2021 dimaksudkan untuk menyederhanakan/mempermudah birokrasi perizinan lingkungan  agar dapat menjamin kepastian hukum dalam berinvestasi dengan mengedepankan aspek lingkungan. Namun dalam pelaksanaannya beberapa anggota kami menghadapi hambatan dalam memperoleh persetujuan perizinan lingkungan,” tutur Hendra.

Hendra tidak merinci seperti apa persisnya dampak negatif yang dirasakan oleh perusahaan batubara akibat dari proses izin lingkungan yang lamanya melebihi ekspektasi ini. Namun, ia  mengakui bahwa hal ini berpengaruh pada pengambilan keputusan tentang kelayakan lingkungan dari suatu rencana kegiatan, ekspansi, investasi.

APBI sendiri sejatinya tidak tinggal diam dalam menyikapi persoalan perizinan lingkungan ini. Hendra berujar, APBI telah mengirimi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk melakukan audiensi. Hanya saja, permohonan tersebut belum berbalas hingga tulisan ini dibuat.

“APBI telah mengirim surat ke Kementerian LHK sejak pertengahan Juli lalu perihal permohonan audiensi untuk membahas permasalahan tersebut, tapi sampai saat ini kami belum menerima responnya,” kata Hendra.

Sedikit informasi, realisasi produksi batubara nasional  di periode Januari-Juni 2022 mencapai 294,37 juta ton menurut data Minerba One Data Indonesia (MODI) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

Produksi sudah mendekati angka 300 juta ton  di enam bulan pertama tahun 2022. Data Minerba One Data Indonesia (MODI) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyebutkan, realisasi produksi di periode Januari-Juni 2022 mencapai 294,37 juta ton.

Angka tersebut setara kurang lebih 44,40% dari target produksi batubara nasional tahun ini. Sedikit kilas balik, Kementerian ESDM menetapkan target produksi batubara nasional sebanyak 663 juta ton di sepanjang tahun 2022.

Angka tersebut setara kurang lebih 44,40% dari target produksi batubara nasional tahun ini yang ditetapkan sebesar 663 juta ton.

Kontan.co.id sudah berusaha mengubungi Sekjen Kementerian LHK Bambang Hendroyono, namun belum ada jawaban soal pengurusan Amdal yang terlampau lama.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×