kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,75   -27,98   -3.02%
  • EMAS1.327.000 1,30%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pengusaha angkutan umum menanti insentif


Jumat, 21 November 2014 / 09:52 WIB
Pengusaha angkutan umum menanti insentif
ILUSTRASI. Promo Traveloka 5-30 Juni 2023, Dapatkan Diskon Tiket Taksi Hingga 20%


Reporter: Agus Triyono, Widyanto Purnomo | Editor: Yudho Winarto

JAKARTA. Kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi telah memukul pelaku usaha di sektor angkut angkutan umum. 

Setelah menolak dan menyatakan akan melakukan aksi mogok massal, akhirnya para pengusaha angkutan umum yang tergabung dalam Organisasi Angkutan Darat (Organda) menerima kenaikan harga BBM bersubsidi.  Organda juga menerima keputusan pemerintah yang menaikkan tarif angkutan maksimal 10% untuk angkutan bus Antar Kota Antar Provinsi (AKAP) kelas ekonomi.

Ketua DPP Organda, Eka Sari Lorena, meminta pemerintah untuk menginformasikan kepada masyarakat dan daerah mengenai pemberlakuan batas maksimum kenaikan tarif tersebut.

Pasalnya, sampai saat ini banyak daerah dan masyarakat yang belum memahami bahwa batas maksimum kenaikan tarif yang telah diberlakukan oleh pemerintah tersebut hanya berlaku untuk jenis AKAP kelas ekonomi saja. Sementara, untuk angkutan dalam provinsi dan angkutan dalam kota, serta AKAP kelas non ekonomi, diserahkan pada mekanisme pasar.

Pengumuman ini dinilai masih rancu, karena ada anggota Organda dilaporkan ke lembaga konsumen YLKI. "Dilaporkan karena menaikkan tarif lebih dari 10%, padahal dia non ekonomi," kata Eka, Kamis (20/11).

Sebelumnya, setelah pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi sebesar Rp 2.000 per liter awal pekan ini, Kementerian Perhubungan (Kemhub) mengizinkan operator menaikkan tarif. Namun, untuk AKAP kelas ekonomi dibatasi maksimal 10%.

Menteri Perhubungan Ignasius Jonan mengatakan, batas maksimum penyesuaian tarif tersebut diberikan dengan memperhatikan banyak pertimbangan, yaitu kelangsungan usaha industri angkutan umum, dan perhitungan terhadap kemampuan daya beli masyarakat. 

Selain membolehkan kenaikan tarif, Kemhub akan memberikan dua insentif kepada pengusaha angkutan umum tersebut. Pertama berupa fiskal. Kemhub akan mengusulkan pembebasan bea masuk kepada Kementerian Keuangan untuk suku cadang angkutan umum, seperti ban, oli, kampas rem, plat kopling dan mesin. 

Selain itu, Kemhub akan mengusulkan agar Pajak Pertambahan Nilai (PPN) terhadap setiap produksi kendaraan baru di dalam negeri yang akan digunakan untuk angkutan umum bisa bebas PPN. Kemhub juga akan mengusulkan ke Kementerian Dalam Negeri agar biaya bea balik nama dan pajak tahunan kendaraan angkutan umum dikurangi sampai dengan 50%.

Selain usulan itu, Jonan berjanji akan memfasilitasi akses dan kemudahan bagi pengusaha angkutan untuk mendapatkan kemudahan pembiayaan dari perbankan guna peremajaan angkutan mereka. 

Yang kedua, insentif non fiskal. Pemerintah berencana memberikan tiga insentif.

Pertama, menertibkan angkutan ilegal agar angkutan umum yang berizin resmi terlindungi. Kedua, menertibkan pungutan liar bagi angkutan umum. Ketiga, memperbaiki dan meningkatkan infrastruktur bidang transportasi dan jaringan jalan untuk memudahkan angkutan umum.

Menanggapi serangkaian janji tersebut, Sekretaris Jenderal Organda, Ardiyansyah berharap insentif tersebut segera direalisasikan oleh pemerintah karena hal serupa pernah dikemukakan sejak tahun 2000, namun tak pernah terealisasi.

Pembelian mobil tua

Selain insentif yang diajukan Kemhub ini, kabarnya pemerintah juga tengah menyiapkan sejumlah insentif bagi industri transportasi angkutan umum ini.

Kabar yang berembus ke KONTAN bahwa pemerintah akan menyiapkan insentif berupa kewajiban pembelian kembali (buyback) kendaraan umum usia lebih dari 10 tahun oleh produsen mobil angkutan atau Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM). Cara ini agar  angkutan umum melakukan peremajaan armada.

Maklum, nantinya setiap kendaraan yang beredar di jalan, tak terkecuali angkutan umum, usia tertua maksimal 10 tahun. Hal tersebut tercermin dengan kebijakan yang sudah berlaku di provinsi DKI Jakarta lewat Peraturan Daerah (Perda) Nomor 5 Tahun 2014 tentang Transportasi yang membatasi usia semua kendaraan hanya 10 tahun.

Selain itu, insentif lain yang coba diberlakukan pemerintah adalah mewajibkan seluruh ATPM yang menjual kendaraan di Indonesia untuk membangun pabrik onderdil di Indonesia sehingga biayanya lebih terjangkau.

Cuma, Direktur Industri Alat Transportasi Darat Kementerian Perindustrian Soerjono membantah jika bakal ada peraturan tentang insentif itu. Menurutnya, sejauh ini belum ada regulasi dengan bunyi seperti ini di institusinya. "Kalau ada wacana seperti ini sebenarnya bagus, tapi khususnya angkutan umum bus harus terencana sebagai angkutan umum. Itu artinya ada captive market buat industri engine chasis dan industri karoseri nasional," katanya.

Suparno Djasmin, Wakil Presiden Direktur PT Toyota Astra Motor mengaku belum mengetahui perihal adanya aturan dari pemerintah soal buyback kendaraan ini. "Kalau memang itu sifatnya kebijakan pemerintah, kami akan menyesuaikan diri dan mematuhi," ujar Suparno.

Mengenai kebijakan wajib bangun pabrik onderdil, dia mengklaim bahwa Toyota sudah membuat pabrik lokal untuk membuat onderdil khusus kendaraan umum ini. 

Kendaraan keluaran Toyota seperti Avanza dan Innova saat ini bisa di-upgrade jadi kendaraan multifungsi, seperti ambulans, sewa kendaraan hingga angkutan umum dalam kota dan provinsi.  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×