kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.930   0,00   0,00%
  • IDX 7.141   -39,42   -0,55%
  • KOMPAS100 1.095   -7,91   -0,72%
  • LQ45 866   -8,90   -1,02%
  • ISSI 220   0,44   0,20%
  • IDX30 443   -4,74   -1,06%
  • IDXHIDIV20 534   -3,94   -0,73%
  • IDX80 126   -0,93   -0,74%
  • IDXV30 134   -0,98   -0,72%
  • IDXQ30 148   -1,09   -0,73%

Pengusaha Hotel Terbebani Pajak Online Travel Agent Asing


Minggu, 25 Februari 2024 / 20:19 WIB
Pengusaha Hotel Terbebani Pajak Online Travel Agent Asing
ILUSTRASI. Keberadaan Online Travel Agent (OTA) asing dinilai merugikan industri pariwisata di Indonesia, khususnya bagi pengusaha hotel.


Reporter: Rashif Usman | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Keberadaan Online Travel Agent (OTA) asing dinilai merugikan industri pariwisata di Indonesia, khususnya bagi pengusaha hotel.

Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), Hariyadi Sukamdani menerangkan, OTA asing menerima komisi sekitar 15% hingga 20% lewat platform penjualan yang mereka sediakan. Namun, para pebisnis OTA asing selama ini melalaikan kewajiban membayar Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan PPh pasal 26. Kondisi inilah yang membuat para pengusaha hotel merasa terbebani.

"Masalahnya adalah atas komisi itu harusnya dipotong pajak, tapi karena dia (OTA asing) bukan Badan Usaha Tetap (BUT), maka pajak itu yang menjadi beban kita. Yang jadi masalah, ini menjadi cost untuk kita. Beda dengan OTA lokal yang sudah BUT, maka PPh-nya langsung dipotong," kata Haryadi kepada Kontan, Minggu (25/2).

Baca Juga: Sinergi tiket.com dan Kemenparekraf RI di 2024 Kembangkan Desa Wisata&Festival Daerah

Selain itu, beberapa online travel agent asing memiliki model bisnis sharing economy seperti Airbnb yang juga dinilai merugikan para pengusaha hotel. Menurutnya, para pebisnis online travel agent asing dengan model bisnis seperti ini menggerogoti akomodasi hotel yang resmi.

"Dia (Airbnb) kan juga berbasis digital dan punya inventory yang naik terus, di mana jumlah propertinya selalu meningkat. Itu juga sama, tidak bayar pajak, tidak terdaftar (BUT) dan tidak harus mengikuti regulasi yang ada. Cara seperti itu kan tidak benar juga meskipun dalihnya sharing economy," ujarnya.

Hariyadi menjelaskan, pihaknya sudah melaporkan persoalan ini ke Direktorat Jenderal Pajak sejak 2016 lalu. Namun, hingga kini belum ada titik terang terkait persoalan tersebut.

Oleh karenanya, Hariyadi berharap agar pemerintah bisa serius menangani persoalan ini. Ia juga meminta agar OTA asing dimasukkan ke dalam BUT. Namun, jika tetap tidak mau ia menyarankan agar OTA asing dibatasi untuk memiliki akses di Indonesia.

"Kalau tidak mau nurut ya di-banned saja. Enggak perlu masuk ke Indonesia saja sekalian. Toh kita ada (online travel agent lokal) seperti traveloka, tiket.com, dan lainnya. Intinya harus adil," tutupnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×