Reporter: Fitri Nur Arifenie | Editor: Sandy Baskoro
JAKARTA. Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia mengharapkan pemerintah merealisasikan janji untuk menyederhanakan pungutan kehutanan demi
mendongkrak daya saing bisnis pengusahaan hutan di tanah air.
“Pungutan yang dikenakan saat ini terlalu banyak, bahkan ada yang tanpa dasar hukum kuat. Hal itu memberatkan kami di tengah lesunya bisnis kehutanan saat ini,” ungkap Wakil Ketua APHI, Irsyal Yasman, Senin (10/12).
Sedikitnya ada delapan macam pajak dan pungutan yang dikenakan pada pemegang Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK). Pungutan itu antara lain Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Pajak Penghasil (PPh), Iuran IUPHHK, Dana Reboisasi (DR), Provisi Sumberdaya Hutan
(PSDH) hingga penggantian ganti rugi tegakan.
Irsyal menjelaskan, pajak yang tak memiliki dasar hukum kuat misalnya PBB. Sebab, mengacu ke Undang-Undang Perpajakan, kawasan hutan yang merupakan milik negara tidak dikenakan PBB. Ada juga soal penggantian nilai tegakan yang tak memiliki payung hukum.
Irsyal membandingkan dengan kondisi di negara lain seperti Malaysia, dimana pungutannya hanya tiga jenis. Kemudian China yang berhasil
menggenjot perluasan hutan tanaman hanya mengenakan satu jenis pajak.
Bukan cuma delapan pungutan, pengusaha hutan di Indonesia juga terkena beban berbagai retribusi pemerintah daerah yang besarnya bervariasi. Hal itu belum termasuk pungutan liar yang besarnya bisa mencapai 10% dari biaya produksi.
Irsyal mencontohkan, ada restribusi dan pungutan yang mencapai Rp 100.000 per meter kubik, sementara biaya produksi Rp 800.000 hingga Rp 900.000 per m3. Sedangkan harga jual kayu bulat saat ini hanya Rp 1 juta per m3. “Jadi jelas tak layak secara bisnis, dan tak heran jika tak sedikit pengusaha memilih tidak berproduksi,” kata dia.
APHI ingin Kementerian Kehutanan (Kemhut) merealisasikan janji meniadakan pungutan baru dan menyederhanakan pungutan yang ada demi meningkatkan kinerja di sektor kehutanan.
Pada pembukaan rapat kerja APHI, Senin (26/11) silam, Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan mengungkapkan janji itu. Salah satu pungutan yang akan dievaluasi adalah PBB.
Menurut Dirjen Bina Usaha Kehutanan Kemhut Bambang Hendroyono, pemerintah tengah mengkaji penghapusan PBB di areal IUPHHK.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News