Reporter: Lidya Yuniartha | Editor: Dupla Kartini
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pelaku usaha perkebunan sawit dalam negeri masih yakin, kenaikan bea masuk impor minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) dan turunannya oleh Pemerintah India tidak akan banyak berpengaruh. Dengan kebutuhan impor yang besar, kebijakan itu dinilai malah akan merugikan konsumen India sendiri.
Pemerintah India kembali menaikkan bea masuk CPO dan turunannya pada November 2017. Bea masuk CPO akan naik dari 15% menjadi 44% dan produk olahannya meningkat dari 25% menjadi 54%. Kenaikan itu menjadi yang kedua setelah pada pertengahan tahun lalu, India juga menaikkan bea masuk CPO sebesar 100% dari 7,5% menjadi 15%. Lalu, bea masuk produk olahan minyak sawit naik dari 17,5% menjadi 25%.
Direktur Corporate Affairs Asian Agri Fadhil Hasan mengakui, kenaikan bea masuk bakal menekan ekspor CPO dan turunannya ke India. Namun, penurunan yang terjadi tidak akan signifikan karena kebutuhan CPO India sangat besar. Apalagi saat ini produksi minyak nabati India belum cukup memenuhi kebutuhan dalam negeri.
Fadhil memberikan contoh saat kenaikan bea masuk yang pertama, ekspor CPO ke India tetap meningkat menjadi 7,6 juta ton. Itu menempatkan India sebagai negara tujuan ekspor CPO terbesar setelah China. Pada tahun 2015 ekspor CPO ke India hanya 5,73 juta ton. "Yang rugi mereka sendiri, konsumen mereka. Nanti harga akan lebih mahal," katanya, Rabu (11/4).
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Joko Supriyono berharap, bea masuk impor yang tinggi tidak diterapkan dalam jangka waktu yang lama. "Kalau diberlakukan terus menerus pasti ekspor ke India terkoreksi yang cukup besar," terang Joko.
Gapki mengaku belum bisa memastikan potensi penurunan sebab pada ekspor minyak sawit ke India masih dalam tren meningkat. Pada Desember 2017, ekspor minyak sawit ke India 593.250 ton, lalu Januari 2018 naik menjadi 598.350. "Efek bea masuk akan kami lihat pada kinerja kurtal I-2018, sekarang datanya masih diolah," jelas Joko.
Dirjen Perkebunan Kementerian Pertanian Bambang mengatakan, saat ini pemerintah sedang melobi India. "Kami akan lihat ada kepentingan apa, akan dinegosiasikan untuk yang terbaik bagi kedua pihak," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News