kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45926,73   11,38   1.24%
  • EMAS1.310.000 -1,13%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pengusaha resah baja China kian serbu pasar


Selasa, 19 September 2017 / 20:26 WIB
Pengusaha resah baja China kian serbu pasar


Reporter: Choirun Nisa | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - Pertumbuhan manufaktur dalam lima tahun terakhir terus mengalami kemerosotan. Terakhir, meski sejak Mei tahun ini indeks manufaktur membaik menjadi 50,7 yang menandakan adanya pertumbuhan dan ekspansi, tetapi pertumbuhan ini belum tentu menunjukkan perbaikan industri manufaktur hingga akhir tahun.

Direktur Eksekutif Indonesia Iron and Steel Industry Association (IISIA) Hidajat Triseputro mengatakan, masalah utama pertumbuhan manufaktur belum dapat tumbuh cepat adalah adanya perdagangan tidak sehat yang dilakukan negara China.

Selama 4-5 tahun terakhir, Hidajat mengatakan, perdagangan manufaktur China, utamanya baja, melakukan perdagangan unfair yang mengalahkan manufaktur seluruh negara di dunia dan memonopoli.

"Akibatnya kita tidak mungkin bersaing dan merugi. Banyaknya produsen yang merugi itu kemudian mereka beralih profesi hanya menjadi trading saja, tidak menjadi produsen karena sudah kalah duluan dengan China," ujar Hidajat ketika ditemui di Wisma Bisnis Indonesia pada Selasa (19/9).

Ia menjelaskan, jika hanya menjadi trader, maka pengusaha tak akan merugi banyak sehingga banyak yang beralih dari menjadi produsen. Ekonom Universitas Indonesia Faisal Basri menyayangkan penurunan industri manufaktur ini.

Menurut datanya, industri manufaktur selalu turun lebih rendah dari PDB dibandingkan industri makanan-minuman, kimia, nikel, dan logam dasar. Padahal sebagian besar industri manufaktur merupakan usaha formal dan berwujud dan menyumbang penerimaan pajak terbesar, yakni sekitar 31%.

Hal ini berarti sumbangan sektor industri manufaktur terhadap pajak lebih besar ketimbang sumbangannya terhadap PDB, yaitu hampir 1,5x lipat. "Jadi, jika pertumbuhan manufaktur melambat dan lebih rendah dari PDB, maka sumbangan sektor ini terhadap penerimaan pajak pun relatif berkurang, apalagi pertumbuhan ekonomi," kata Faisal.

Menurut Hidajat, permasalahan pertumbuhan infrastruktur ini hanya membutuhkan satu solusi, yakni adanya kebijakan yang berpihak pada pengusaha. Menurut cerita Hidajat, pertumbuhan infrastruktur, utamanya baja di zaman sebelum reformasi mengalami peningkatan yang sangat bagus.

"Kita sampai bisa ekspor ke Italia, Bangladesh, Amerika, dan negara besar lainnya. Tapi, setelah itu merosot. Ini harus dicari tahu, pemerintah harus mulai petakan masalahnya dan buat kebijakan yang mendukung, jika tidak nanti akan lebih banyak lagi industri baja yang tutup nantinya," kata Hidajat. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×