Reporter: Amailia Putri Hasniawati | Editor: Test Test
JAKARTA. Pemerintah berencana menggantikan penghapusan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPn BM) untuk minuman beralkohol dengan pengenaan cukai. Nah, terkait itu pengusaha meminta sebaiknya pemerintah mengubah sistem pengenaan tarif terhadap minol dengan membebankannya sesuai kadar alkohol yang terkandung.
Ketua Ketua Umum Gabungan Industri Minuman Malt Indonesia (GIMMI) Ipung Nimpuno berpendapat, yang paling penting dilakukan pemerintah seiring dengan penghapusan pajak tersebut adalah perubahan sistem pengenaan beban yang terhadap minol.
Ipung menyarankan, sistem pengenaan cukai terhadap minol sebaiknya menganut seperti yang berlaku di sejumlah negara tetangga seperti Singapura, Malaysia, Thailand. Negara-negara tersebut mengenakan beban pajak berdasarkan kadar alkohol yang dikandung. Secara aturan, Semakin tinggi tingkat alkoholnya maka cukai yang dikenakan juga lebih besar, begitu pula sebaliknya.
Sementara saat ini, besaran tarif yang berlaku untuk minol di Indonesia lebih berdasarkan presentase dari harga barang (minuman). "Menurut saya tidak masuk akal, minuman keras yang kandungan alkoholnya 40% dijual dengan harga Rp 14.000, bagaimana menghitungnnya itu, padahal menurut saya harga yang lazim ya sekitar Rp 50.000," paparnya.
Ia pun mengingatkan, besaran tarif cukai yang dikenakan sebaiknya tidak terlampau jauh bedanya dengan negara tetangga untuk menghindari menguapnya minuman impor ilegal yang beredar di Tanah Air. Saat ini cukup banyak minuman beralkohol ilegal yang beredar. "Bisa dilihat, industri bir (tingkat alkohol di bawah 5%) yang pangsa pasarnya 34% saja kontribusinya mencapai 84% dari penerimaan pemerintah dari minuman beralkohol, tapi minuman jenis lain dengan kadar alkohol lebih dari itu dengan pangsa pasar 66% kontribusinya hanya 16%, ini tidak masuk akal," papar Ipung.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News