kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45893,43   -4,59   -0.51%
  • EMAS1.333.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Penjualan lesu, Intraco Penta pangkas capex


Rabu, 08 Januari 2014 / 07:25 WIB
Penjualan lesu, Intraco Penta pangkas capex
ILUSTRASI. Sewa properti bisa jadi sumber pendapatan pasif. Namun, ada kelemahan dibanding sumber pendapatan pasif lainnya yaitu biaya perawatan


Reporter: Tendi Mahadi | Editor: Fitri Arifenie

JAKARTA. Prospek industri alat berat masih diselimuti mendung di tahun 2014. Akibatnya, para pelaku industri alat berat mengerem ekspansi lantaran penjualan alat berat diperkirakan masih seret.


Lihat saja, tahun ini, PT Intraco Penta Tbk memangkas belanja modal atawa capital expenditure (capex) lebih dari 70% dibandingkan dengan 2013. Pada tahun lalu, emiten alat berat dengan kode saham INTA menganggarkan belanja modal hingga US$ 30 juta. Pada tahun ini, perusahaan ini hanya menyiapkan anggaran belanja modal sebanyak US$ 5 juta hingga US$ 7 juta.


Fred Manibog, Direktur Keuangan PT Intraco Penta mengatakan, anggaran belanja ini untuk membantu pengembangan unit anak usaha. "Misalnya, penambahan alat berat untuk bisnis persewaan (rental) karena prospek demand-nya cukup bagus," kata Fred, Selasa (7/1).


Di sisi penjualan alat berat, Intraco Penta mengincar target 1.000 unit di tahun ini. Bila dibandingkan dengan tahun lalu, jumlah tersebut stagnan. Pada 10 bulan pertama tahun 2013, penjualan alat berat milik Intraco Penta mencapai 935 unit. Jumlah ini turun 10,79% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, periode yang sebanyak 1.121 unit. "Kontibusi terbesar masih dari sektor pertambangan seperti batubara, emas, bauksit, hingga nikel," katanya.


Produksi alat berat


Menurut Fred, Penjualan alat berat Intraco Penta sangat bergantung terhadap industri pertambangan. Harga komoditas pertambangan yang lesu membuat penjualan alat berat ikut turun. "Konsumen lebih wait and see untuk pembelian alat berat," jelas dia.


Solusinya, kata Fred, Intraco Penta juga terpaksa melakukan perluasan pasar ke sektor lainnya, seperti agribisnis, transportasi, hingga infrastruktur.
Selain harga komoditas, kondisi ekonomi lainnya seperti kenaikan suku bunga menahan konsumen untuk membeli alat berat. Maklum, pembelian alat berat memang menggunakan sistem leasing. Kenaikan suku bunga membuat beban konsumen meningkat sehingga mereka berpikir ulang jika ingin melakukan pembelian alat berat.


Sementara itu, Himpunan Alat Berat Indonesia (Hinabi) memproyeksikan produksi alat berat tak banyak berbeda dari tahun lalu. Tahun 2013, produksi alat berat di dalam negeri diperkirakan mencapai 6.300 unit. "Tahun ini mungkin di kisaran 6.000 sampai 6.500 unit," ujar Pratjojo Dewo, Ketua Hinabi. Padahal, di tahun 2012 lalu, produksi alat berat di dalam negeri bisa mencapai 7.947 unit.


Sekedar informasi, sampai kuartal ketiga 2013, produksi alat berat di dalam negeri mencapai 4.909 unit. Produk excavator menjadi yang paling banyak diproduksi, yakni sebanyak 4.501 unit. n

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×