Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT PLN dan PT Bukit Asam Tbk (PTBA) masih dalam proses uji tuntas (due diligence) akuisisi Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Pelabuhan Ratu. Salah satu fokus pembicaraan terkini adalah sumber pendanaan aksi korporasi.
Direktur Transmisi dan Perencanaan Sistem PLN Evy Haryadi berharap, jika memungkinkan, aksi pemensiunan dini PLTU Pelabuhan Ratu didukung pendanaan dari skema Kemitraan Transisi Energi yang Adil atawa Just Energy Transition Partnership (JETP). Menurut dia kunci aksi korporasi ini adalah pendanaan murah.
“Kalau kami tidak dapat pendanaan murah ini masih ada tantangan,” kata Evy, Kamis (16/2).
Evy mengungkapkan sejauh ini nilai akuisisi PLTU Pelabuhan Ratu mencapai US$ 400 juta atau setara Rp 6 triliun dengan kurs Rp 15.000 per dolar AS. Dia menambahkan, Bukit Asam sedang menghitung skemanya pendanaan untuk akuisisi PLTU ini.
Baca Juga: Operasional PLTU Sumsel 8 Menanti Kesiapan PLN
Pasalnya, PTBA sebagai pihak yang mengakuisisi tentu akan menghitung nilai keuntungan untuk keberlanjutan bisnisnya. Kata Evy, jika tidak menguntungkan, bisa jadi aksi korporasi ini tidak berjalan.
Selain PLTU Pelabuhan Ratu, ada juga pembangkit batubara Pacitan yang akan dipensiunkan dini. Namun, daftar PLTU lainnya yang akan dimatikan dini oleh PLN dan masuk ke dalam program JETP tidak bisa dirinci oleh Evy. “Kan ada list-nya berapa, ada sekretariat JETP,” ujarnya.
Selain pendanaan, PLN juga masih menunggu sejumlah regulasi yang akan mendukung aksi korporasi ini. Regulasi yang dimaksud Evy adalah kredit karbon, tambahan dukungan insentif fiskal dari pemerintah.
Baca Juga: Bukit Asam (PTBA) Masih Uji Tuntas Rencana Akuisisi Pembangkit Batubara Milik PLN
Ditemui terpisah, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif menyatakan, pemensiunan dini PLTU dengan dana JETP tidak akan memberikan dampak kerugian bagi perusahaan yang bersangkutan. Arifin menjelaskan, dalam prosesnya nilai aset akan dihitung dan bagaimana skema yang terbaik untuk mempercepat penghentian.
Dia memberikan gambaran, sebuah PLTU memiliki umur 5 tahun operasi, lalu akan dipensiunkan dini hingga umur PLTU tersisa 3 tahun. Nah, 2 tahun umur yang dipangkas ini akan diberikan kompensasi.
“Ini harus ada keterbukaan informasi, jangan mentang-mentang ada (dana) terus matok nilai lebih tinggi. Hitungan valuasi harus terbuka berdasarkan best practice yang ada,” kata Arifin saat ditemui di Kementerian ESDM, Jumat (17/2).
Baca Juga: Diversifikasi Bisnis, Bukit Asam (PTBA) Melirik Peluang Bisnis Energi Terbarukan
Arifin menjelaskan, kriteria PLTU yang akan dipensiunkan adalah unit yang sudah tidak efisien dan cenderung konsumsi energi fosil boros sehingga menghasilkan emisi yang tinggi.
“Kalau pembakaran tidak seperti desain, otomatis energi yang dibersihkan enggak sebagus yang dulu. Otomatis terkait dengan produksi listriknya, emisi juga pasti jelek kalau pembakaran jelek,” ujar dia.
Selain itu, faktor geografis juga dipertimbangkan untuk memilih PLTU yang akan dipensiunkan. Nanti akan dilihat lokasi mana yang kelebihan listrik. Kemungkinan adalah pembangkit yang ada di Sumatra.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News