Reporter: Lidya Yuniartha | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Efek perang dagang antara China dan Amerika Serikat (AS) bak pisau bermata dua. Perang dagang dapat memberikan dampak positif maupun negatif bagi Indonesia.
Fadhil Hasan, Direktur Corporate Affairs Asian Agri mengatakan, perang dagang ini dapat menjadi kesempatan bagi Indonesia meningkatkan ekspor minyak sawit. Pasalnya konsumsi minyak nabati China sangat tinggi, sementara China banyak mengimpor kedelai dari Amerika.
“Amerika banyak mengekspor kedelai ke China. Sementara, dengan China meningkatkan tarifnya, kedelai lebih mahal di China. Ini kesempatan kita,” ujar Fadhil kepada Kontan.co.id, Rabu (11/7). Fadhil juga mengatakan, kesempatan meningkatkan ekspor minyak sawit pun dapat dilakukan ke AS.
Meski begitu, menurut Fadhil, perang dagang ini bukan hanya berdampak pada China dan Amerika. Semua negara bisa jadi merasakan dampak perang dagang ini. Pasalnya, semua negara akan memberlakukan tarif tinggi untuk memproteksi pasar dalam negerinya.
Akibat perang dagang ini, harga minyak nabati pun menunjukkan penurunan. Dalam keterangan tertulis Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), harga rata-rata CPO global pada Mei 2018 menurun US$ 8,6 dibandingkan bulan sebelumnya, dari US$ 662,2 per metrik ton menjadi US$ 653,6 per metrik ton. Harga minyak sawit diperkirakan masih akan menurun melihat pasokan produksi sawit Malaysia dan Indonesia yang besar.
Fadhil pun mengungkapkan hal senada. Apalagi, menurutnya, pada Agustus mendatang akan ada panen raya kelapa sawit. Dengan banyaknya pasokan kelapa sawit, harga akan terus menurun.
Melihat hal ini, Fadhil berharap, pemerintah segera meningkatkan konsumsi minyak sawit dalam negeri dengan mendorong penggunaan biodisel (B30). Tak hanya itu, dia pun berharap pemerintah mencari destinasi baru untuk pasar ekspor CPO.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News