Reporter: Sabrina Rhamadanty | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Terbukanya peluang Perguruan Tinggi untuk mengelola tambang dalam revisi ke empat Rancangan Undang-undang (RUU) atas Perubahan Ketiga Atas UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara dinilai akan mencederai Tridharma Perguruan Tinggi.
Pakar ekonomi energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi mengungkapkan bahwa meskipun dalam Tridharma terdapat nilai pengabdian kepada masyarakat, hal tersebut tidak dilakukan untuk komersial.
"Dari tiga Tridharma, pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat tadi tidak mengarah pada hal yang komersial, jadi saya kira tidak tepat. Meskipun akan bikin PT dan lain sebagainya, saya rasa tidak tepat," ungkap Fahmy saat dihubungi Kontan, Senin (20/1).
Baca Juga: Baleg DPR Buka Peluang Perguruan Tinggi Hingga UMKM Kelola Tambang
Dia menambahkan, dibandingkan revisi untuk keempat kalinya bagi UU Minerba, pemerintah harusnya fokus pada RUU Energi Baru dan Energi Terbarukan (EBET) yang masih jalan di tempat.
"Saya kira UU EBT ini yang lebih mendesak, karena ini akan menjadi dasar hukum bagi pengembangan EBT di dalam negeri. Investor tadi juga akan berpikir ulang sebelum itu (RUU EBET) disahkan," ungkapnya.
Senada, analis hukum Pusat Studi Hukum Energi dan Pertambangan (PUSHEP) Bayu Yusya mengatakan pemberian lahan tambang kepada perguruan tinggi untuk tujuan mendapatkan profit sangat tidak tepat.
"Sedangkan perguruan tinggi berfungsi untuk mencetak generasi intelektual untuk pengabdian ke masyarakat. Jika perguruan tinggi terjun ke bisnis pertambangan, maka ia sebenarnya sudah tidak berpedoman pada Tridharma Perguruan Tinggi, melainkan untuk kepentingan bisnis semata," katanya.
Bayu menambahkan, Perguruan tinggi menurutnya lebih cocok mengelola tambang untuk tujuan akademik dan riset, bukan komersial.
"Jika pengelolaannya tidak dibatasi untuk tujuan komersial, ada risiko perguruan tinggi terlibat dalam praktik bisnis yang bertentangan dengan prinsip pendidikan. Selain itu revisi ini berpotensi menjadi kebijakan yang berbahaya dan kontraproduktif, karena membuka pintu bagi eksploitasi pertambangan secara besar besaran," jelasnya.
Untuk diketahui, peluang Perguruan Tinggi menggarap tambang mineral dan batubara mencuat usai Badan Legislasi (Baleg) DPR RI dalam rapat pada Senin (20/01) membahas RUU atas Perubahan Ketiga UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batu Bara.
Menurut Ketua Baleg, Bob Hasan terdapat empat poin yang mendasari usulan revisi ini. Yang pertama adalah terkait hilirisasi.
Baca Juga: Muhammadiyah akan Konsultasi dengan Wamen ESDM Soal Jatah Tambang Adaro
"Pada intinya ada empat, yang pertama adalah terkait hilirisasi, tidak ada kata lain harus dipercepat. Harus ada pencapaian tujuan sebagai swasembada energi," kata dia di gedung Nusantara 1, Jakarta Pusat, Senin (20/01).
Yang kedua revisi ini diperlukan untuk menguatkan prioritas bagi ormas keagamaan untuk mengelola pertambangan di Indonesia.
"Yang ketiga demikian pula dengan perguruan tinggi, dan yang keempat UKM, usaha kecil dan sebagainya," tambahnya.
Menurut dia, dengan pemberian izin tambang kepada Perguruan Tinggi dan UKM akan meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.
"Saya secara pribadi melihat ini terdapat makna dan maksud. Memang, baru bisa kali ini terealisasi, kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Tidak lagi di dalam areal pertambangan itu masyarakat hanya terkena debu batubara akibat daripada eksploitasi mineral dan batubara," katanya.
Selanjutnya: Pengakuan Mengejutkan Trump, Seret Elon Musk dalam Kontroversi Pemilu
Menarik Dibaca: Cuaca Besok Wilayah Yogyakarta dan Sekitarnya, Hujan Mulai Siang Hari
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News