kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Perjuangan pembebasan pajak kertas koran masih tertahan di Kemenkeu


Senin, 09 September 2019 / 20:41 WIB
Perjuangan pembebasan pajak kertas koran masih tertahan di Kemenkeu
ILUSTRASI. media massa, koran, harian


Reporter: Eldo Christoffel Rafael | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -   JAKARTA. Upaya Serikat Perusahaan Pers (SPS) Pusat memperjuangkan "Bebas Pajak bagi Pengetahuan" masih tertahan di Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Diharapkan bila ada pengurangan pajak atas kertas koran akan membuat industri media cetak kembali hidup.

Sejatinya angin segar sudah terasa pada pertengahan Agustus 2019 lalu. Saat Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang akan menghilangkan pajak pertambahan nilai (PPN) atas pembelian kertas koran dan produk media cetak.

Baca Juga: Tanggapan Tempo soal penghilangan PPN pembelian kertas koran dan produk media cetak

Harapannya, hal ini dapat mengurangi beban biaya pembelian kertas yang selama ini dirasakan oleh media.

Sekretaris Jenderal SPS Pusat Asmono Wikan menjelaskan hakikatnya kebebasan pajak tersebut merupakan sebuah perjuangan para penerbit media cetak guna mendapatkan keringanan terhadap pajak pembelian kertas dan penjualan produknya.

Hal yang sama telah dikenyam oleh penerbit buku di Tanah Air, yang memperoleh insentif atas pajak penjualan buku. "Meski sudah ada balasan omongan langsung dari Pak Jokowi kami masih menunggu balasan surat resmi keputusan dari Ibu Menteri Sri Mulyani," kata Asmono kepada Kontan.co.id, Senin (9/9).

Menurutnya, SPS akan mengumpulkan semua penerbit di akhir September. Di akhirSseptember ini akan dirumuskan skenario langkah selanjutnya bila aturan ini tidak jadi terbit di masa Kementerian yang akan berakhir Oktober depan.

Sebagai satu-satunya asosiasi penerbit pers cetak di Indonesia yang beranggotakan 450 penerbit, SPS meyakini, pemberian insentif atas pembelian kertas koran dan penjualan media cetak, tidak akan membuat pundi-pundi keuangan Negara tergerus.

"Justru melalui insentif tersebut, akan mengundang minat baca masyarakat semakin tinggi terhadap media cetak. Pada gilirannya budaya membaca yang kuat akan berkontribusi terhadap pencerdasan bangsa," ungkap Asmono.

Baca Juga: Ditjen Pajak tetapkan dalam keadaan kahar untuk Papua dan Papua barat

Tak Signifikan

Menurut Direktur Utama PT Tempo Inti Media Tbk (TMPO), Toriq Hadad, biaya pembelian bahan baku kertas dan tinta bisa mencapai lebih dari 55% dari biaya produksi media cetak.

Berdasarkan laporan keuangan TMPO semester I-2019, sebagian besar beban pokok pendapatan memang berasal dari beban pokok barang cetakan sebesar Rp 70,19 miliar atau setara dengan 65,84% dari total beban pokok pendapatan yang sebesar Rp 106,61 miliar.

Sebagian besar beban pokok barang cetakan ini berasal dari pembelian bahan baku.

Sementara itu, sekitar 34,16% dari beban pokok pendapatan sisanya berasal beban-beban pokok lain seperti misalnya beban pokok penjualan majalah dan iklan majalah, beban pokok penjualan koran dan iklan koran, beban pokok pendapatan penyelenggaraan acara, dan lain-lain.

Sayangnya, upaya pemerintah untuk menghilangkan PPN atas pembelian kertas koran dan produk media cetak dirasa tidak memberikan dampak yang signifikan dalam memangkas ongkos produksi.

“Tidak memotong besar, tapi ya cukuplah buat kita sebagai tanda bahwa pemerintah ikut memperhatikan media cetak ya,“ ujar Direktur Utama PT Tempo Inti Media Tbk, Toriq Hadad kepada KONTAN (9/9).

Baca Juga: Futai Sulawesi Utara realisasikan investasi Rp 1,4 triliun di KEK Bitung

Dalam hal ini, Toriq juga mengatakan bahwa dukungan pemerintah terhadap media sebaiknya difokuskan pada upaya untuk meningkatkan budaya membaca di masyarakat.

Menurut Toriq, hal ini bisa dilakukan melalui berbagai cara, salah satu di antaranya yakni dengan memasukan kewajiban untuk membaca buku-buku sastra ke dalam kurikulum pendidikan.

Selain bisa meningkatkan tingkat literasi membaca masyarakat di Indonesia, upaya meningkatkan budaya membaca juga dinilai berpotensi untuk memberikan multiplier effect yang positif bagi media dan industri-industri yang berkaitan seperti misalnya industri kertas, industri buku, dan lain-lain.

Senada PT Media Nusantara Citra Tbk (MNCN) belum merasakan dampaknya. “Hampir tidak ada pengaruhnya karena rata-rata media cetak MNCN sudah beralih ke media online seperti Sindonews.com, okezone.com, dan inews.id,“ ujar Presiden Direktur PT Media Nusantara Citra Tbk, David Fernando Audy kepada KONTAN, Senin (9/9).

Baca Juga: Kemenhub: Pengurusan sertifikasi uji kendaraan bisa via online

Menurut keterangan David, kegiatan bisnis MNCN kini lebih difokuskan pada produksi konten-konten digital, televisi, dan film. MNCN sendiri saat ini sebenarnya masih memiliki lini usaha di segmen cetak.

Beberapa produk cetak yang diproduksi di antaranya meliputi Koran Sindo, Majalah Sindo Weekly, Majalah Highend, dan sebagainya. Namun demikian, David mengatakan bahwa segmen ini memiliki kontribusi pendapatan yang kecil lantaran sekitar lebih dari 90% pendapatan yang diperoleh MNCN masih bersumber dari iklan televisi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×