Reporter: Mahmudi Restyanto , | Editor: Asnil Amri
JAKARTA. Perluasan perkebunan karet terganjal dengan ketersediaan benih yang masih terbatas. Padahal, saat ini para investor banyak yang melirik untuk menanam karet, apalagi harga karet tahun ini sempat menembus rekor harga baru.
Chairil Anwar, Direktur Indonesian Rubber Research Institute, bilang bahwa ketersediaan bibit karet terbatas karena masa semai benih membutuhkan waktu lebih lama ketimbang komoditas lain seperti kelapa sawit. "Saat ini sulit mencari supplai bibit, bibit karet butuh satu tahun untuk mempersiapkan bibit," kata Chairil disela-sela acara Asian Commodities Derivatives Conference (ACDC), di Hotel Borobodur, Jakarta (23/5).
Tidak hanya itu, modal investasi bibit karet juga butuh biaya lebih besar. Ia bilang, untuk satu hektare lahan karet butuh investasi senilai US$ 75 - US$ 100 juta. "Ini investasi yang menguntungkan tapi mahal," jelas Chairil.
Daerah Sumatra Selatan masih menjadi daerah terbesar penghasil karet, salah satu petani terbesar disana mampu menghasilkan 40.000 - 50.000 bibit setiap tahunnya.
A. Azis Pane, Ketua Umum Dewan Karet Indonesia, bilang, kendala produksi karet saat ini ada di energi, infrastruktur, dan sumber daya manusia (SDM). Ia bilang, akses transportasi yang minim membuat produk karet sulit dipasarkan oleh petani. Sementara itu, dari sisi skala industri hilir karet, pabrikan kesulitan mencari tenaga kerja terampil.
Ekspor karet dari Indonesia saat ini berbentuk crumb rubber (SIR) 20 dengan tujuan ekspor ke Amerika, Cina dan Eropa. Menurut Azis, penguatan nilai Rupiah ikut mempengaruhi pertumbuhan ekspor.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News