Sumber: Kompas.com | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Masih belum jelasnya ketersediaan lahan dan kesiapan pemerintah daerah (pemda) melaksanakan Program Nasional Pembangunan Satu Juta Rumah, menimbulkan ketidakpastian. Oleh karena itu dibutuhkan pengkajian ulang yang komprehensif.
Kepastian pembangunan perumahan, terlebih program satu juta rumah, diperlukan demi mengurangi backlog (angka kebutuhan rumah) yang telah mencapai belasan juta unit.
Menanggapi hal tersebut, Ketua DPP Real Estat Indonesia (REI), Eddy Hussy, menyatakan persiapan yang matang memang perlu dilakukan guna mengantisipasi berbagai hambatan yang akan terjadi di lapangan.
Menurut Eddy, pembangunan sejuta rumah rakyat tidak mengalami kemunduran waktu jika harus dikaji ulang. Hal ini lantaran koordinasi secara komprehensif dengan pemda dan lembaga lain sangat diperlukan.
“Menurut saya rencana ini tidak mundur karena memang perlu mengoordinasikan ke semua pihak agar program ini bisa berjalan dengan baik. Lebih baik terlambat sedikit tapi semua clear daripada terburu-buru, ternyata masih banyak hal yang belum dikoordinasikan dengan daerah juga dengan lembaga lain,” ujar Eddy kepada Kompas.com, Jumat (28/02).
Eddy melanjutkan, perencanaan yang tidak matang berpotensi memicu kesulitan saat pekerjaan di lapangan dilakukan. Hal tersebut justru lebih sulit dilakukan mengingat program tahun ini merupakan proyek awal yang berkelanjutan. Untuk itu perlu ada kajian yang lebih mendalam agar program ini bisa berjalan lancar.
“Hal tersebut (peresmian pembangunan yang terburu-buru) berpotensi membuat hambatan ketika pengerjaan di lapangan. Saya rasa nantinya akan jadi lebih sulit kalau seperti itu. Saya pikir kalau program ini terlaksana pasti lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya. Pada tahun pertama ini pasti ada hal-hal yang perlu penyesuaian dan pembenahan. Katakanlah keluar berbagai peraturan yang mendukung, itu saat kita implementasikan di lapangan, pasti ada hal-hal yang berbeda. Jadi kita perlu lagi terus mengkaji,” tutur Eddy.
Berkaitan dengan ketersediaan lahan, Eddy mengakui bahwa pasokan lahan yang ada memang belum tersedia secara optimal. Oleh karena itu, pihak pengembang perlu rutin berkoordinasi dengan pemerintah agar pembebasan serta pembuatan lahan baru untuk program sejuta rumah rakyat bisa didapatkan.
“Kalau dari pengembang di semua daerah kita sudah punya lahan, cuma jumlahnya memang belum begitu banyak. Kita masih perlu pembebasan dan mencari lahan lagi. Oleh karena itu, diperlukan koordinasi secara komprehensif dengan pemerintah, termasuk di dalamnya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mengenai infrastruktur. Kalau bisa dibangun infrastruktur sehingga ada lahan-lahan baru dengan harga terjangkau, itu sangat berguna bagi kami,” tandas Eddy.
Selain itu, Eddy juga berharap ada aturan yang jelas dalam koordinasi dengan pemda. Selama ini permasalahan pembangunan perumahan di daerah, bermasalah karena kurangnya koordinasi antara pemerintah pusat, pemda, dan pengembang yang bersamaan menjalankan program perumahan rakyat.
“Perlu ada aturan jelas dari (pemerintah) pusat agar semua daerah paham dan dapat diimplementasikan. Selama ini perhatian terhadap sektor perumahan masih kurang, jadi swasta sendiri yang mencari solusi untuk mendapatkan lahan, harga yang terjangkau bagi masyarakat, dan dana untuk bisa digunakan sebagai KPR dan modal kerja,” tutur Eddy.
Sebelumnya diberitakan, Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Penyediaan Rumah Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Syarif Burhanudin, mengatakan, saat ini belum bisa memastikan kapan rumah untuk rakyat tersebut mulai dibangun.
Dia berdalih, pemerintah hanya bertanggung jawab atas 10% dari program satu juta rumah, sedangkan sisanya, dikerjakan oleh pengembang.
"Rencananya April tahun ini. Detailnya belum bisa saya sampaikan karena masih proses," ujar Syarif saat ditemui Kompas.com di kantornya, Kamis (26/2).
Detail yang dimaksud, salah satunya adalah pengecekan lahan dan kesiapan pemerintah daerah. Menurut Syarif, sebelum benar-benar dibangun, lahan perlu dipastikan sudah siap dalam arti tidak terkendala masalah pembebasan lagi.
Syarif menekankan, soal pembebasan lahan lebih banyak dibebankan kepada pengembang. Hal itu disebabkan, dari segi jumlah rumah yang dibangun, pengembang diberikan tanggung jawab dan beban lebih banyak ketimbang pemerintah. (Dimas Jarot Bayu)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News