Reporter: Dadan M. Ramdan | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rencana Presiden Prabowo untuk menambah lahan atau ekspansi perkebunan sawit berpotensi pada masalah deforestasi yang bias merugikan komoditas sawit Indonesia di pasar dunia.
Mansuetus Darto, Dewan Nasional Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) menilai, pernyataan Prabowo yang menghimbau perluasan kelapa sawit tanpa hiraukan deforestasi.
Pasalnya, pernyataan tersebut telah mendegradasi inisiatif pemerintah sendiri untuk membuat sawit nasional lebih kompetitif melalui pendekatan sawit berkelanjutan melalui Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO), yang mana ISPO mengatur juga standar anti deforestasi.
Baca Juga: Prabowo Janji Tambah Luas Lahan Kelapa Sawit di Tengah Isu Deforestasi
"Pernyataan tersebut sama halnya menghendaki untuk bubarkan ISPO dan Bubarkan Rencana Aksi Nasional Sawit dan Nasional Dasboard yang dibuat pemerintah untuk perbaikan tata kelola sawit," katanya kepada KONTAN, Rabu (1/1/2025).
Menurut Mansuetus, sejak awal berkuasa, Presiden Prabowo hendak mengejar pendapatan negara dari sawit ilegal sejumlah Rp 300 triliun. Pernyataan presiden tersebut sangat kontradiktif dengan hal tersebut.
"Apakah akan memperbanyak sawit ilegal? Kenapa tidak fokus pada pengejaran Rp 300 triliun tersebut saja," ujarnya.
SPKS melihat, dari perspektif pasar, pernyataan Prabowo tersebut akan membuat sawit nasional tidak memiliki daya saing lagi ke depan dengan sawit dari negara-negara lainnya. Sementara pelaku sawit nasional saat ini (pengusaha dan petani) sedang berkejar dengan waktu pelaksanaan EUDR yang tertunda satu tahun.
Sebab aturan deforestasi Eropa akan berlaku januari 2026. "Saat ini sedang memperbaiki dan membenah rantai pasok dengan traceability," ungkap Mansuetus.
Baca Juga: Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI) Usulan 8 Langkah Strategis untuk Industri Sawit
Semestinya, Prabowo fokus pada peningkatan produktivitas sawit melalui percepatan peremajaan sawit yang dinilai sedikit lambat pada masa Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Jika ini dilakukan, maka akan berkontribusi pada peningkatan produktivitas 20% sawit nasional hingga 2029 atau asa jabatan akhir presiden tanpa harus melakukan deforestasi lagi.
Selain itu fokus pada pengaturan sanksi hukum sawit ilegal yang berpotensi menambah pendapatan negara sebesar Rp 300 triliun. Atau dilakukan analisis ulang terhadap pendapatan negara dari sawit ilegal yang tentu saja tidak hanya Rp 300 trilun dan fokus pada penerimaan pajak yang selama ini banyak pelaku usaha tidak membayar pajak.
Sebelumnya, dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional (Musrenbangnas) RPJMN 2025-2029 di Gedung Bappenas, Jakarta, Presiden Prabowo menganggap banyak negara luar yang berharap dari Indonesia, termasuk soal pasokan minyak sawit.
Untuk itu, Prabowo berencana memperluas lahan sawit, di tengah gencarnya tuduhan Uni Eropa yang menganggap ekspansi pembangunan perkebunan sawit sebagai biang deforestasi atau kehilangan hutan alam.
Baca Juga: Persemaian Bibit Skala Besar Siap Mendukung Rehabilitasi Hutan dan Lahan
“Saya kira ke depan kita tambah kelapa sawit, tidak usah takut kata mereka membahayakan bahwa kelapa sawit deforestasi,” kata Prabowo, dalam rapat tersebut, Senin (30/12/2024).
Ia juga mengaku tidak takut tidak mendapatkan pasar ekspor di Uni Eropa karena adanya penerapan kebijakan uji tuntas rantai pasok produk yang terkait dengan deforestasi.
Pada pidato itu, Prabowo juga meminta kepala daerah maupun aparat polisi dan TNI menjaga perkebunan sawit sebagai aset negara.
Selanjutnya: Pertamina Hulu Rokan (PHR) Catatkan Lifting Minyak 58 Juta Barel Sepanjang 2024
Menarik Dibaca: Hujan Hanya Turun di Sini, Ini Prediksi Cuaca Besok (2/1) di Jawa Barat
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News