Reporter: Febrina Ratna Iskana | Editor: Rizki Caturini
KONTAN.CO.ID - Sejak muncul pada Januari 2017 lalu, Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 8 Tahun 2017 tentang Kontrak Bagi Hasil Gross Split telah menuai kontroversi. Kementerian ESDM sejak awal meyakinkan stakeholder bahwa skema gross split lebih baik dari kontrak sebelumnya yang menggunakan skema production sharing contract (PSC).
Namun para investor dari perusahaan migas masih belum melihat gross split lebih menguntungkan dibandingkan PSC. Terutama dengan situasi harga minyak yang masih rendah. Begitu juga dengan para pengamat migas yang menyebut gross split tidak akan mempu menarik investasi ke sektor hulu migas Indonesia.
Maka wacana untuk merevisi gross split pun mengemuka. Terlebih setelah Presiden Joko Widodo secara terbuka mengkritik Kementerian ESDM yang dianggap menerbitkan Permen (Peraturan Menteri) yang tidak pro investasi.
Terkait wacana revisi Permen Gross Split ini, Sekretaris Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi, Susyanto hanya menyebut urusan soal gross split bisa langsung ditanyakan pada Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar.
Sementara itu Direktur Pembinaan Hulu Migas Kementerian ESDM, Tunggal, justru enggan menjawab. "Mohon maaf, kami tidak pada kapasitas untuk menjawab hal tersebut," imbuh Tunggal.
Seperti diketahui, dalam skema gross split, pemerintah memberikan bagi hasil di awal alias base split lebih besar, yaitu base split untuk gas bagian kontraktor sebesar 48% sementara pemerintah sebesar 52%. Sedangkan untuk base split minyak bagian kontraktor sebesar 43% dan pemerintah sebesar 57%.
Namun bagi hasil di awal ini sudah termasuk seluruh investasi dan biaya yang harus dikeluarkan oleh kontraktor. Maklum saja, pemerintah sudah tidak menerapkan lagi cost recovery dalam skema gross split.
Makanya Pemerintah mempermanis skema gross split dengan menyediakan tambahan split yang bisa diberikan kepada kontraktor, yaitu status wilayah kerja; lokasi lapangan; kedalaman reservoir; ketersediaan infrastruktur pendukung; jenis reservoir; kandungan karbon-dioksida (CO2); kandungan hidrogen-sulfida (H2S); berat jenis (Specific Gravity) minyak bumi; tingkat komponen dalam negeri pada masa pengembangan lapangan; dan tahapan produksi. Ada pula tambahan gross split dari komponen progresif seperti harga minyak bumi dan jumlah kumulatif produksi minyak dan gas bumi.
Sementara dalam kontrak PSC, bagian pemerintah memang terlihat lebih besar yaitu untuk gas sebesar 70% dan kontraktor 30%. Sementara itu untuk minyak, bagian pemerintah sebesar 85% dan kontraktor 15%. Namun dalam skema PSC masih ada cost recovery yang biasanya dikurangi dari bagi hasil pemerintah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News