Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Khomarul Hidayat
Regulasi ini memberikan keringanan pada pemilik instalasi listrik privat, pemegang IUPTL penjualan dan badan usaha SPBKLU yang mengajukan penyambungan baru atau perubahan daya tenaga listrik kepada pemegang IUPTL terintegrasi. Keringanan tersebut berupa biaya penyambungan dan/atau jaminan langganan tenaga listrik.
Selain itu, pemegang IUPTL terintegrasi membebaskan kewajiban pembayaran rekening minimum selama dua tahun pertama kepada (a) pemilik instalasi listrik privat yang digunakan untuk pengisian listrik angkutan umum, (b) badan usaha SPKLU, dan (c) badan usaha SPBKLU.
"Besaran keringanan biaya penyambungan dan/atau jaminan langganan tenaga listrik sebagaimana dimaksud, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang tingkat mutu pelayanan tenaga listrik," tulis Permen ESDM No.13/2020.
Baca Juga: Bauran pembangkit EBT masih 14%, begini strategi PLN untuk meningkatkannya
Dalam pemberitaan Kontan.co.id sebelumnya, Direktur Teknik dan Lingkungan Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Wanhar mengungkapkan bahwa regulasi ini merupakan aturan turunan dari Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai untuk Transportasi jalan.
"Jadi untuk mendukung pelaksanaan penyiapan infrastruktur charging station SPKLU dan SPBKLU termasuk private atau home charging station. Yang mengatur skema bisnis, tarif, standar, dan keselamatan instalasi," terang Wanhar kepada Kontan.co.id, Selasa (11/8).
Sebelumnya, tarif SPKLU mengacu pada Permen ESDM Nomor 28 Tahun 2016 tentang tarif listrik yang disediakan oleh PT PLN (Persero). Wanhar menjelaskan bahwa tarif Kendaraan Berbasis Listrik (KBL) untuk konsumen akhir sekarang ini masih mengacu pada kategori L atau Layanan khusus, dengan rumus Rp 1.650 per kWh x N, dimana N tidak lebih dari 1,5, yang juga sesuai dengan kesepakatan antara pelanggan dan PLN.
Sementara tarif listrik dari PLN untuk badan usaha penyedia SPKLU, mengacu pada tarif listrik dengan kebutuhan masal dengan rumus, faktor pengali Q (Rp 707 per kWh x Q), dengan Q yang diperhitungkan dalam rentang 0,8 dan 2. Sayangnya, Wanhar masih belum memaparkan bagaimana perhitungan tarif SPKLU di beleid baru tersebut.
Yang jelas dengan adanya regulasi ini, pengembangan kendaraan listrik diharapkan dapat lebih terakselerasi baik dari sisi penggunaan maupun dari segi investasi pada infrastruktur pendukungnya. Kendati begitu, Wanhar mengatakan bahwa pihaknya akan terbuka untuk mengevaluasi penerapan Permen ESDM ini.
Baca Juga: Sudah diteken menteri, aturan penyediaan infrastruktur kendaraan listrik akan terbit
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News