Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menerbitkan regulasi tentang penyediaan infrastruktur pengisian listrik untuk kendaraan bermotor listrik (KBL) berbasis baterai. Aturan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 13 tahun 2020.
Ada sejumlah hal yang diatur dalam beleid tersebut, antara lain ruang lingkup infrastruktur pengisian listrik untuk KBL berbasis baterai, penugasan kepada PT PLN (Persero), skema usaha dan tarif pengisian listrik, hingga aturan mengenai keselamatan instalasi.
Permen ESDM No.13/2020 mengatur bahwa pengisian ulang KBL berbasis baterai dapat dilakukan pada instalasi listrik privat dan/atau stasiun pengisian kendaraan listrik umum (SPKLU). Sedangkan fasilitas penukaran baterai dilakukan pada stasiun penukaran baterai kendaraan listrik umum (SPBKLU).
SPKLU disediakan oleh badan usaha yang memegang izin usaha penyediaan tenaga listrik (IUPTL) terintegrasi atau IUPTL penjualan. Sedangkan untuk badan usaha SPBKLU bisa tidak memiliki IUPTL namun harus memiliki izin usaha.
Baca Juga: Kabar gembira! Kredit kendaraan bermotor ramah lingkungan bakal bebas uang muka
Adapun jenis teknologi pengisian ulang yang digunakan pada SPKLU antara lain (a) pengisian normal, (b) pengisian cepat (fast charging), dan (c) pengisian ultracepat.
Pasal 19 Permen ESDM No. 13/2020 ini menyatakan bahwa untuk pertama kali, penyediaan infrastruktur pengisian listrik KBL berbasis baterai dilaksanakan melalui penugasan kepada PT PLN (Persero). Dalam melaksanakan penugasan tersebut, PLN dapat bekerjasama dengan BUMN dan/atau badan usaha lainnya.
"Pembiayaan yang timbul akibat penugasan PLN dalam melaksanakan penyediaan infrastruktur pengisian listrik untuk KBL berbasis baterai dapat diperhitungkan dalam biaya pokok penyediaan tenaga listrik dan/atau penyertaan modal negara," sebut aturan tersebut sebagaimana yang dikutip Kontan.co.id, Jum'at (21/8).
Selanjutnya, dalam Pasal 20 dinyatakan bahwa PLN sebagai badan usaha SPKLU dan badan usaha SPBKLU menyusun roadmap penyediaan infrastruktur SPKLU dan SPBKLU, yang antara lain memuat (a) lokasi dan kapasitas pengisian setiap SPKLU dan SPBKLU, (b) skema usaha SPKLU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, dan (c) skema usaha SPBKLU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15.
PLN pun harus menyampaikan roadmap penyediaan infrastruktur SPKLU dan SPBKLU kepada Menteri melalui Direktur Jenderal paling lambat enam bulan terhitung sejak Permen ini diundangkan. Adapun, beleid ini diteken Menteri ESDM Arifin Tasrif pada 4 Agustus 2020 dan diundangkan pada 7 Agustus 2020.
Adapun tarif tenaga listrik yang diberlakukan pada pengisian listrik untuk KBL berbasis baterai mengikuti aturan mengenai tarif tenaga listrik yang disediakan oleh PLN.
Sementara itu, tarif tenaga listrik untuk keperluan penjualan curah menggunakan faktor pengali Q dengan besaran paling rendah sebesar 0,8 dan paling tinggi 2, dengan Q yang ditentukan oleh pemegang IUPTL terintegrasi.
Sedangkan tarif tenaga listrik untuk keperluan layanan khusus menggunakan faktor pengali N dengan besaran paling tinggi sebesar 1,5. Penerapan faktor pengali N ditentukan oleh pemegang IUPTL terintegrasi atau pemegang IUPTL penjualan sebagai badan usaha SPKLU.
Baca Juga: Energi terbarukan ditargetkan sumbang 23% kebutuhan energi nasional pada 2025
Regulasi ini memberikan keringanan pada pemilik instalasi listrik privat, pemegang IUPTL penjualan dan badan usaha SPBKLU yang mengajukan penyambungan baru atau perubahan daya tenaga listrik kepada pemegang IUPTL terintegrasi. Keringanan tersebut berupa biaya penyambungan dan/atau jaminan langganan tenaga listrik.
Selain itu, pemegang IUPTL terintegrasi membebaskan kewajiban pembayaran rekening minimum selama dua tahun pertama kepada (a) pemilik instalasi listrik privat yang digunakan untuk pengisian listrik angkutan umum, (b) badan usaha SPKLU, dan (c) badan usaha SPBKLU.
"Besaran keringanan biaya penyambungan dan/atau jaminan langganan tenaga listrik sebagaimana dimaksud, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang tingkat mutu pelayanan tenaga listrik," tulis Permen ESDM No.13/2020.
Baca Juga: Bauran pembangkit EBT masih 14%, begini strategi PLN untuk meningkatkannya
Dalam pemberitaan Kontan.co.id sebelumnya, Direktur Teknik dan Lingkungan Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Wanhar mengungkapkan bahwa regulasi ini merupakan aturan turunan dari Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai untuk Transportasi jalan.
"Jadi untuk mendukung pelaksanaan penyiapan infrastruktur charging station SPKLU dan SPBKLU termasuk private atau home charging station. Yang mengatur skema bisnis, tarif, standar, dan keselamatan instalasi," terang Wanhar kepada Kontan.co.id, Selasa (11/8).
Sebelumnya, tarif SPKLU mengacu pada Permen ESDM Nomor 28 Tahun 2016 tentang tarif listrik yang disediakan oleh PT PLN (Persero). Wanhar menjelaskan bahwa tarif Kendaraan Berbasis Listrik (KBL) untuk konsumen akhir sekarang ini masih mengacu pada kategori L atau Layanan khusus, dengan rumus Rp 1.650 per kWh x N, dimana N tidak lebih dari 1,5, yang juga sesuai dengan kesepakatan antara pelanggan dan PLN.
Sementara tarif listrik dari PLN untuk badan usaha penyedia SPKLU, mengacu pada tarif listrik dengan kebutuhan masal dengan rumus, faktor pengali Q (Rp 707 per kWh x Q), dengan Q yang diperhitungkan dalam rentang 0,8 dan 2. Sayangnya, Wanhar masih belum memaparkan bagaimana perhitungan tarif SPKLU di beleid baru tersebut.
Yang jelas dengan adanya regulasi ini, pengembangan kendaraan listrik diharapkan dapat lebih terakselerasi baik dari sisi penggunaan maupun dari segi investasi pada infrastruktur pendukungnya. Kendati begitu, Wanhar mengatakan bahwa pihaknya akan terbuka untuk mengevaluasi penerapan Permen ESDM ini.
Baca Juga: Sudah diteken menteri, aturan penyediaan infrastruktur kendaraan listrik akan terbit
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News