Reporter: Yudo Widiyanto |
JAKARTA. Permintaan produk kulit yang tinggi membuat industri kulit kewalahan. Minimnya pasokan bahan baku menjadi penghambat utama suplai produk kulit jadi.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Penyamakan Kulit Indonesia (APKI), Agit Punto Yuwono meminta pemerintah menaruh perhatian terhadap industri ini."Ada kenaikan permintaan, namun kami tidak bisa memproduksi karena bahan baku yang minim," ungkap Agit kepada KONTAN, Rabu (20/4).
Populasi kambing dan domba di Indonesia hanya 15 juta ekor dan hanya 5 juta yang dipotong. Sedangkan produksi pabrik pengolahan kulit kambing dan domba sebesar 100 juta kaki persegi (square feet) per tahun. Perhitungannya 100 juta square feet membutuhkan sekitar 20 juta ekor."Artinya ada kebutuhan 15 juta ekor yang belum bisa dipenuhi," ungkapnya.
Saat ini kapasitas terpasang industri penyamakan kulit mencapai 250 juta square feet. Namun utilisasi pabrik baru menghasilkan kulit sebanyak 100 juta square feet. Dari produksi sebesar itu 85% dipasarkan untuk industri dalam negeri.
Menurut Agit penyamakan kulit pada kuartal I naik hingga mencapai 15%. Kenaikan ini karena bertumbuhnya industri alas kaki dan sepatu."Industri sepatu dalam negeri yang kami bidik," ungkapnya.
Dengan penguatan rupiah saat ini, pelaku industri lebih mengincar pasar dalam negeri. Ada peralihan volume sebanyak 10 juta square feet dari semula di jatah untuk ekspor menjadi dibidik pasar dalam negeri. Ini terjadi beberapa hari setelah penguatan rupiah. "Karena rupiah menguat kami lebih banyak incar pasar dalam negeri," ungkapnya
Jika dihitung untuk suplai industri sepatu, menurut Agit dari 100 juta square feet, rata-rata per lembar square feet kulit dihargai senilai US$ 2.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News