Reporter: Muhammad Julian | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI) berharap, terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) tentang harga listrik Energi Terbarukan bisa diikuti dengan kebijakan insentif fiskal dan pendanaan khusus untuk proyek energi terbarukan.
Ketua I METI, Bobby Gafur Umar mengatakan, Perpres tentang harga listrik Energi Terbarukan bisa memberikan acuan payung hukum dalam transaksi jual beli tenaga listrik energi terbarukan. ‘Pekerjaan rumah’ pemerintah selanjutnya ialah menyiapkan insentif fiskal dan pendanaan khusus untuk membuat investasi energi terbarukan di Indonesia lebih menarik.
“Dengan adanya payung hukum ini (jual beli listrik energi terbarukan) menjadi lebih mudah semuanya, ada acuannya. Tinggal bagaimana dari pihak pemerintah selaku pihak ketiga di tengah, itu memberikan tambahan insentif untuk bisa menjadikan investasi EBT di Indonesia menarik,” ujar Bobby saat dihubungi Kontan.co.id (15/9).
Baca Juga: Teknologi Baterai Akan Dukung Energi Terbarukan Jadi Sumber Energi Dominan
Seperti diketahui, pemerintah baru saja mengundangkan Perpres 112 Tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik pada 13 September 2022 lalu. Perpres tersebut mengatur sejumlah ketentuan terkait pengembangan PLTU hingga harga jual pembangkit energi terbarukan.
Menurut Perpres 112 Tahun 2022, Harga pembelian Tenaga Listrik dari pembangkit Tenaga Listrik yang memanfaatkan sumber Energi Terbarukan oleh PT PLN (Persero) terdiri atas 2 opsi: harga patokan tertinggi, atau harga kesepakatan, dengan atau tanpa memperhitungkan faktor lokasi (F). Besaran harga patokan tertinggi yang dimaksud dimuat dalam bagian lampiran Perpres, angkanya beragam, tergantung jenis sumber energi pembangkit, jumlah kapasitas pembangkit, dan lain-lain.
Diakui Bobby, angka jual listrik yang tertera dalam Perpres belum sepenuhnya bisa sepenuhnya memenuhi ekspektasi investor. Namun, keberadaan insentif dan dukungan berupa pendanaan khusus, menurut Bobby, bisa membuat investasi energi terbarukan menjadi lebih menarik.
“Di satu sisi secara umum banyak ekspektasi yang belum bisa terpenuhi dari pihak investor terkait dengan angka jual listriknya, tapi sudah lebih baik dibandingkan apa yang ada selama ini,” ujar Bobby.
Investasi fiskal yang diharapkan, menurut Bobby, bisa berupa macam-macam, mulai dari insentif pajak impor untuk mesin-mesin dan peralatan pembangkit energi terbarukan, hingga tax holiday untuk misalnya selama 5 tahun pertama.
“Di 5 tahun pertama kan ada beban investasi yang tinggi, ada kewajiban pembayaran ke bank,” tutur Bobby.
Baca Juga: Perpres Energi Terbarukan Terbit, Atur Harga Jual EBT dan Rencana Pensiunkan PLTU
Bentuk dukungan lainnya yang juga diharapkan ialah pendanaan khusus. Bobby berujar, investasi proyek penyediaan energi listrik memiliki karakteristik yang berbeda dengan proyek-proyek pada umumnya, sehingga dibutuhkan pendanaan yang khusus pula. Bentuk pendanaan khusus yang diharapkan misalnya seperti financing dengan tenor lebih dari 10 tahun.
Selain itu, METI juga berharap Undang-Undang energi terbarukan bisa segera terbit untuk melengkapi kehadiran Perpres 112 2022.
“Kalua undang-undang itu kan mengatur semuanya, jadi bagaimana dari sisi pemerintah, dari sisi per sektor, dari segi regulasi-regulasi lain, karena undang-undang ini akan menjadi payung semuanya,” ujar Bobby.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News