Reporter: Petrus Dabu | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Kisruh utang piutang antara PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI) dengan PT Pertamina (Persero), PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA), dan Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi ( BP Migas) masih saja berlarut-larut. Seharusnya, pada 12 Maret 2012 lalu, sejumlah pihak terkait menjalankan ketentuan dalam perjanjian restrukturisasi utang atau Master Restructuring Agreement (MRA) yang sudah diteken pada 28 Desember 2011 lalu.
Namun, nyatanya, implementasi MRA tersebut diundur 30 hari lagi. Penyebabnya, TPPI tidak bisa membayar utangnya kepada tiga kreditur tersebut karena dua produk andalannya,yaitu mogas dan LPG belum mendapat kepastian pasar.
Padahal, menurut Presiden Direktur PT Tuban Petrochemical Industries, induk usaha TPPI, Amir Sambodo, kepastian pasar untuk penjualan mogas dan LPG merupakan paket yang tidak terpisahkan dalam restrukturisasi utang TPPI. Tanpa ada kepastian pasar, TPPI tidak bisa berproduksi alias pabriknya gulung tikar. Dan pada gilirannya tidak bisa mendapatkan pinjaman dari Deutsche Bank senilai US$1 miliar untuk membayar utang-utang tersebut.
"Karena kalau mogas dan LPG tidak bisa dijual, TPPI tidak bisa berproduksi. Ujung-ujungnya TPPI tidak bisa membayar utang," ujar Amir kepada KONTAN di Jakarta, Rabu (21/3).
TPPI belum mendapat izin ekspor LPG lantaran masih terbentur Peraturan Menteri ESDM No 26 tahun 2009. Aturan ini melarang ekspor LPG sebelum kebutuhan di dalam negeri terpenuhi. Semula, penjualan LPG ini masuk dalam skema restkturisasi tetapi kemudian dikeluarkan karena Pertamina selaku satu-satunya badan usaha yang ditugasi membeli dan menyalurkan LPG di dalam negeri, tidak bersedia membeli LPG TPPI lantaran ketidakcocokan harga.
Sedangkan, mogas masuk dalam skema restrukturisasi utang terutama kepada PT Pertamina (Persero). Selain membayar utang secara tunai kepada Pertamina, TPPI juga akan menyicil pembayaran utang dengan skema jual beli mogas selama 10 tahun. Namun, untuk skema jual beli mogas ini masih terbentur soal harga.
Karena terbentur oleh dua persoalan tersebut, pelaksanaan MRA pun diundur 30 hari. Menurut Amir, dua persoalan ini sebenarnya bisa diselesaikan pemerintah. Yakni dengan memberikan izin ekspor.
Menurutnya, TPPI mengajukan izin ekspor karena Pertamina tidak bersedia membeli LPG TPPI. Selama ini, izin ekspor sudah pernah diberikan namun hanya dalam waktu tiga bulan. Sedangkan TPPI meminta agar izin ekspor diberikan dalam waktu 5-10 tahun, dengan catatan akan tetap memprioritaskan pasokan untuk Pertamina, apabila memang diperlukan.
“Sekarang Pertamina mengatakan LPG mereka masih cukup dari impor dan produksi sendiri. Karena itu, TPPI mengajukan izin ekspor supaya produksi TPPI jalan,” tandasnya.
Sedangkan terkait harga mogas, TPPI menyerahkan sepenuhnya kepada pemerintah. Dalam menentukan harga ini, formula yang digunakan mengacu pada Mid Oil Platts Singapore ( MOPS) plus alfa. “Nah tinggal minta penjelasan kepada Pertamina dan pemerintah alfanya itu apa saja, mana yang diberikan kepada TPPI, mana yang dikerjakan oleh Pertamina,” tandasnya.
Menurut Amir, apabila, dua persoalan ini – izin ekspor dan harga Mogas – tidak bisa diselesaikan, maka bukan hanya TPPI yang rugi karena pabriknya ditutup. Negara melalui PPA, BP Migas, dan juga Pertamina juga akan merugi karena utangnya tidak bisa dibayar.
Pertamina bisa ambil alih manajemen
Lebih lanjut Amir mengatakan, apabila skenario ekspor LPG dan jual beli mogas dengan Pertamina tidak bisa diselesaikan, ada dua skenario lain yang bisa ditempuh.
Pertama, dengan mengambialih aset. Hal ini sesuai kontrak dengan Pertamina di mana utang senilai US$ 400 juta dijamin dengan aset. “Sehingga, jika Pertamina mau mengambil aset, dia bisa bangkrutkan TPPI,” ujarnya.
Skenario lain, Pertamina bisa mengambilalih pengelolaan atau manajemen TPPI tetapi tidak dalam arti memiliki TPPI. Ini memungkinkan, sebab Pertamina memiliki 15% saham di TPPI dan memiliki hak veto dalam Rapat Umum Pemegang Saham. Dengan kepemilikan saham sejumlah 15% itu, kata Amir, Pertamina menempatkan posisi komisaris utama, komisaris, dan wakil dirut di TPPI.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News