Reporter: Azis Husaini | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. PT Pertamina EP, salah satu anak usaha PT Pertamina (Persero) di sektor hulu migas sampai akhir April 2017 membukukan laba bersih sebesar US$ 192 juta atau setara Rp 2,59 triliun (kurs Rp 13.500). Laba bersih itu baru sekitar 32% dari target laba bersih perusahaan sepanjang 2017 yang mencapai US$ 596 juta.
Sedangkan pendapatan perusahaan hingga akhir April 2017 tercatat sebesar US$ 802 juta atau baru sekitar 32% dari target tahun ini sebesar US$ 2,81 miliar.
“Kalau produksi tidak naik, kita harus makin giat efisiensi agar profit tetap bagus,” ungkap Nanang Abdul Manaf, Direktur Utama PT Pertamina EP, pada Jumat (2/6) malam dalam acara buka puasa bersama wartawan.
Menurutnya, efisiensi harus terus dilakukan dan biaya-biaya yang tidak langsung berhubungan dengan produksi dievaluasi. Tidak hanya itu, dari sisi operasional efisiensi dilakukan, salah satunya dengan melakukan renegosiasi biaya kontrak dengan perusahaan jasa penunjang migas.
“Kami lakukan renegosiasi, biar sama-sama bangkit dari kondisi saat ini. Kegiatan itu ke depan akan terus dilakukan, biar profit terjaga karena produksi belum tercapai,” katanya.
Bahkan Nanang meminta kepada bagian produksi untuk melakukan efisiensi waktu. Misalnya bila mengebor dengan kedalaman 3.000 meter membutuhkan 60 hari, maka mesti dipercepat menjadi 55 hari. "Kami bayar rig itu per hari hitungannya," imbuh dia. Bila bisa dipercepat biaya bisa berkurang
Menurutnya, hingga 29 Mei 2017, produksi minyak Pertamina EP mencapai 85.000 barel per hari (bph) atau sekitar 94% dan gas 969 juta kaki kubik per hari (MMSCFD) atau 93% dari target sebesar 1.041 MMSCFD.
Kata dia, realisasi tersebut hampir mencapai target yang sudah dicanangkan, namun hasil beberapa pengeboran di akhir 2016 belum menunjukkan hasil seperti proyeksi di awal.
Belum lagi ada penurunan secara alamiah di beberapa sumur tua yang sudah 50 tahun dikelola. “Kami masih mempunyai banyak potensi lain untuk dikembangkan dalam rangka mencapai target produksi nasional,” katanya.
Nanang bilang, secara garis besar seluruh lapangan fluktuatif dengan kecenderungan stabil pada kisaran angka target produksi, saat ini yang sudah mencapai target adalah dari Pertamina EP Asset 4.
Untuk mencapai target produksi dan lifting sesuai dengan RKAP adalah dengan percepatan dan penambahan rencana kerja (RK) baik bor, workover maupun well intervention, serta peningkatan kualitas kandidat sumur maupun proses pelaksanaan pekerjaannya, kemudian melakukan percepatan proses PSE dan penyusunan POD sumur eksplorasi.
Hingga akhir Mei 2017 terdapat enam proyek pengembangan di wilayah kerja Pertamina EP antara lain Paku Gajah Development Project di Sumsel, Pondok Makmur Development Project di Bekasi, Matindok Gas Development Project di Sulawesi Tengah, Cikarang Tegal Pacing di Jawa Barat, Jawa Gas Development Project di Cepu, dan Jirak Phase-1 Development Project di Sumsel.
Nanang mengatakan, seluruh proyek Pertamina masih terus berjalan dan sudah ada yang commissioning alias pengetesan seperti di Matindok ditargetkan akhir Juni 2017 sudah full production dengan plan kapasitas 50 MMSCFD.
“Matindok sudah commissioning, bahkan pernah kami lakukan penjualan. Tapi karena ada yang belum sinkron, kami adakan perbaikan. Harapannya, pada 4 Juni kami mulai lagi 65 MMSCFD gross, net-nya 55 MMSCFD,” katanya.
Narendra Widjajanto, Direktur Keuangan Pertamina EP, menambahkan, Anggaran Biaya Investasi (ABI) perusahaan mengacu pada Rencana Kerja Anggaran Perusahaan (RKAP) 2017, per April 2017 sebesar US$114,28 juta atau 15% dari target US$778 juta.
“Sebagian besar dihabiskan untuk pengeboran migas serta workover dan sisanya untuk maintenance fasilitas produksi perusahaan,” kata dia.
Dia mengatakan selama ini investasi yang dikeluarkan perusahaan berasal dari kas internal. "Kami tidak pernah pinjam ke pihak ketiga (bank)," ungkapnya.
Narendra juga menyampaikan bahwa saat ini aset perusahaan mencapai US$ 7,3 miliar. Perusahaan terus mencari cadangan-cadangan minyak dan gas untuk menambah aset perusahaan.