Reporter: Agustinus Beo Da Costa | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. PT Pertamina kembali menimpor gas alam cair atau liquified natural gas (LNG) dari Corpus Christi Liquefaction, LLC, anak perusahaan Cheniere Energy Inc berbasis di Amerika Serikat. Perjanjian jual beli LNG kedua itu sudah ditandatangani (1/7). Pertamina dan Corpus sepakat tambahan pasokan LNG sebesar 760.000 ton per tahun selama 20 tahun mulai 2019.
Menurut Direktur Gas Pertamina Hari Karyuliarto, perjanjian jual beli LNG dengan durasi jangka panjang ini menunjukkan komitmen Pertamina dalam memperoleh kepastian pasokan LNG untuk proyek-proyek infrastruktur LNG yang sedang dan sudah dibangun Pertamina.
Selain itu, kesepakatan pembelian LNG dari AS itu juga sudah konsisten dengan strategi Pertamina untuk mendominasi pasar LNG, dan menangkap peluang pertumbuhan permintaan gas yang terus meningkat dalam beberapa tahun terakhir. "Terutama permintaan dari sektor ketenagalistrikan dan industri," ungkapnya, Rabu (2/7).
Pertamina menilai, permintaan gas di Indonesia akan meningkat 4,8% per tahun antara 2015 hingga 2025. Pertumbuhan permintaan dipengaruhi oleh ketersediaan infrastruktur, khususnya pipa transmisi dan distribusi gas dan juga terminal regasifikasi yang kini dibangun di Arun.
Oleh karena itu, Pertamina secara bertahap perlu melakukan perubahan orientasi bisnis LNG untuk memenuhi kebutuhan domestik. Caranya antara lain dengan tetap menjaga volume impor yang sudah ada di kontrak.
Sekadar mengingatkan, Pertamina dan Corpus 4 Desember 2013 sudah menyepakati jual beli LNG sebanyak 760.000 sampai 800.000 ton LNG dengan durasi pembelian selama 20 tahun dimulai tahun 2018. Alhasil, dengan tambahan perjanjian kedua, total impor LNG dari Corpus ke Pertamina mencapai 1,5 juta ton.
Pertamina akan membeli LNG dengan skema free on board (FoB) dengan harga pembelian mengacu pada harga indeks bulanan Henry Hub, ditambah komponen tetap. Nantinya, LNG akan dikirimkan dengan menggunakan tanker LNG milik Pertamina.
Harga indeks pada Mei 2014, harga LNG di Henry Hub pada Mei 2014 ini hanya US$ 4,58 per juta british thermal unit (mmbtu).
Namun, harga tersebut tentu saja belum ditambang komponen lain sehingga bisa lebih dari harga bulanan pada Mei 2014 itu. Nantinya, pasokan LNG dari Corpus direncanakan akan disalurkan ke terminal–terminal penerima LNG Pertamina.
Diantaranya dalam proses pelaksanaan proyek, seperti LNG storage and regasification Arun dan floating storage Regasification Units (FSRU) Jawa Tengah yang masih memerlukan kepastian tambahan pasokan LNG. Kedua fasilitas tersebut didesain dengan kapasitas sekitar tiga juta ton per tahun dan akan dipasok untuk memenuhi kebutuhan gas bagi sektor ketenagalistrikan dan industri.
Sebelumnya, Pengamat Energi John Karamoy meyakini Pertamina mendapat tawaran harga LNG murah dari Amerika Serikat sehingga membeli dari sana. Selama ini Amerika sering mendapat pesanan impor dari negara lain, seperti Taiwan, Jepang, atau Korea dalam jumlah besar dan sisanya ditawar ke Indonesia.
Pertimbangan lain harga LNG di Amerika Serikat merupakan harga termurah di dunia. Harganya hanya US$ 4 per mmbtu, sedangkan di Indonesia saja harganya sekitar US$ 7-8 per mmbtu.
Saat ini, Amerika memiliki gas berlimpah sehingga mereka bisa jual murah. Menurutnya, Pertamina membeli LNG atas pertimbangan komersial dan harga yang murah. "Pertamina beli karena adanya tawaran murah, jika nantinya dijual di Indonesia dengan harga mahal, bisa menguntungkan negara," kata dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News