kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.318.000 -0,68%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pertengahan Mei, Indonesia Berunding dengan AS


Minggu, 02 Mei 2010 / 20:16 WIB
Pertengahan Mei, Indonesia Berunding dengan AS


Reporter: Asnil Bambani Amri |

JAKARTA. Amerika Serikat (AS) akhirnya merespon laporan Indonesia ke organisasi perdagangan dunia (WTO) soal diskriminasi kebijakan rokok di negara tersebut. AS bersedia berunding dengan Indonesia untuk mencari jalan tengah kasus ini pada pekan kedua Mei 2010.

“Mereka (AS) sudah respon dan tanggal 13-14 Mei, kami akan konsultasi dan mendengarkan alasan mereka,” jelas Gusmardi Bustami, Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri (KPI) Kementerian Perdagangan, (29/4). Pada pertemuan tersebut, wakil Indonesia akan mempertanyakan landasan ilmiah yang dipakai Pemerintah AS dalam memperlakukan diskriminasi produk rokok Indonesia.

Adapun wakil Indonesia dalam pertemuan dengan AS tersebut bisa berasal dari Duta Besar Indonesia untuk WTO, atau tim khusus yang diutus oleh Menteri Perdagangan.

Jika hasil negosiasi tersebut tidak memuaskan, Indonesia akan melanjutkannya ke DSB (Dispute Settlement Body). DSB ialah Badan Penyelesaian Sengketa WTO.

Gusmardi menjelaskan, bentuk proses negosiasi di forum DSB tersebut semacam persidangan dengan cara panel. “Proses dari panel sampai selesai di putus WTO cukup lama, bisa sampai dua tahun,” kata Gusmardi.

Indonesia sudah resmi menyeret Amerika Serikat ke organisasi perdagangan dunia (WTO) pekan pertama April 2010 lalu. Pemerintah Indonesia merasa diperlakukan tidak adil alias didiskriminasi oleh kebijakan Pemerintah AS yang melarang peredaran rokok cengkeh, termasuk rokok kretek, di negaranya.

Pemerintah AS lewat US Food and Drug Administration (USDA) memang mengkategorikan penggunaan cengkeh pada rokok sebagai produk aromatik yang dilarang penggunaanya. Alasannya, kandungan aromatik tersebut bisa memicu ketertarikan anak-anak merokok.

Gusmardi memperkirakan, akibat kebijakan tersebut industri rokok di Indonesia mengalami kerugian sebesar US$ 200 juta per tahun. Ini adalah nilai total ekspor rokok kretek Indonesia ke AS.

Sebelum AS mengundangkan kebijakan tersebut, pemerintah Indonesia sudah mengirim nota protes. Pasalnya, larangan tersebut hanya berlaku untuk rokok yang memakai cengkeh, tapi tidak berlaku untuk rokok yang memakai bahan mentol.

Produk rokok Indonesia yang paling banyak diekspor ke AS, menurut Gusmardi, adalah merek Djarum. Ia menyebutkan, rokok kretek produksi Djarum paling disenangi di Negara Paman Sam tersebut. Tapi sayang, semenjak September 2009 lalu, rokok Djarum tidak boleh lagi diperjualbelikan di AS.

Belum ada tanggapan resmi dari industri rokok mengenai hal ini. Ketua Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gapri) Ismanu Sumiran tak menjawab panggilan telepon KONTAN. Pesan singkat yang kami layangkan juga tak kunjung dibalas.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×