Sumber: KONTAN |
JAKARTA. Menjual gas ke pembeli dalam negeri ternyata tidak mudah. Lihat saja perundingan penjualan gas asal lapangan Matindok dan Senoro-Toili, milik PT Pertamina (Persero) dan PT Medco Energi Internasional Tbk. Pertemuan antara pemilik dan calon pembeli yang berlangsung kemarin (20/8) tak menghasilkan keputusan apa-apa.
Para calon pembeli gas itu adalah PT Perusahaan Gas Negara Tbk, PT Perusahaan Listrik Negara, PT Pupuk Iskandar Muda, dan PT Panca Amara utama.
Karena perundingan menemui jalan buntu, pemerintah, selaku fasilitator pertemuan, meminta kedua pihak bertemu lagi dalam dua pekan.
Pada pertemuan itu, Pertamina dan Medco kembali menegaskan harga jual gas mereka US$ 6,16 per juta British Thermal Unit (MMBTU) di mulut sumur. Jika dalam bentuk LNG, plus biaya pemrosesan US$ 3 per MMBTU, pengiriman US$ 2 per MMBTU, dan regasifikasi (mengubah LNG jadi gas lagi), total harganya US$ 12 per MMBTU untuk pembeli di Pulau Jawa. “Itu juga harga yang mereka tawarkan ke calon pembeli di Jepang,” kata Purnomo.
Sejauh ini, tidak satupun calon pembeli sudah mengajukan penawaran harga. Bahkan mereka belum bisa menanggapi harga tawaran produsen. Itu sebabnya Pemerintah memberi waktu hingga dua minggu. "Pada pertemuan mendatang, mereka harus sudah memutuskan akan membeli dengan harga itu atau tidak sama sekali,” katanya.
Bagaimana jika pada pertemuan berikutnya ternyata berakhir buntu? Purnomo enggan berandai-andai. Ia ha meminta semua pihak menunggu negosiasi berikutnya.
Direktur Eksekutif Research Institute For Mining, Energy, and Environmental Reform, Pri Agung Rakhmanto mencurigai negosiasi ini hanya upaya mengulur-ngulur waktu hingga terbentuk pemerintahan baru.
Menurutnya harga ekspor yang ditawarkan produsen tak mungkin terjangkau oleh pembeli domestik. "Nanti pada akhirnya gas dari lapangan Donggi Senoro tetap akan terjual ke Jepang," katanya, penuh keyakinan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News