kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Perusahaan semen berharap moratorium izin pabrik baru dan pengetatan impor semen


Rabu, 19 Februari 2020 / 06:05 WIB
Perusahaan semen berharap moratorium izin pabrik baru dan pengetatan impor semen


Reporter: Muhammad Julian | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Industri manufaktur masih dibayang-bayangi ancaman perlambatan ekonomi global dan segenap permasalahan lainnya di tahun 2020. Kendati demikian, persoalan pasokan yang berlebih alias oversupply agaknya masih menjadi sorotan utama bagi perusahaan semen pelat merah. 

Direktur Utama PT Semen Indonesia Tbk, Hendi Prio Santoso mengharapkan adanya intervensi pemerintah dalam upaya penyelesaian persoalan oversupply

Baca Juga: Ada Aturan Zero ODOL, Produsen Semen Bakal Makin Tertekan

Menurutnya, hal ini bisa dilakukan dengan cara merevisi Permendag no 7 tahun 2019 tentang Ketentuan Impor Semen Clinker dan Semen serta pemberlakuan moratorium pemberian izin pendirian pabrik semen baru oleh pemerintah daerah (pemda) dan BKPM.

Dalam hal ini, Hendi menilai bahwa Pemerintah Indonesia bisa mencontoh langkah yang telah dilakukan sebelumnya oleh Pemerintah Vietnam. Menurut catatan Hendi, Pemerintah Vietnam telah lebih dulu menyetop pemberian izin pendirian pabrik semen baru seiring dengan permasalahan oversupply yang juga terjadi di negara tersebut.

Mengacu kepada kebijakan Pemerintah Vietnam, pemberian izin pendirian pabrik baru hanya akan baru dilakukan apabila tingkat kelebihan pasokan sudah berkurang hingga sebesar 5%.

Hendi menilai strategi yang sama sudah seharusnya dilakukan oleh Pemerintah Indonesia menimbang tingkat kelebihan pasokan semen dalam negeri yang terbilang sudang sangat tinggi. 

Baca Juga: Analis: Aturan zero ODOL berpotensi menggerus kinerja emiten semen

Mengutip data Asosiasi Semen Indonesia, Henda mengungkapkan bahwa kapasitas terpasang industri semen dalam negeri saat ini tercatat sebesar 111,3 juta ton per tahun. Jumlah ini diperkirakan akan kembali bertambah menjadi sebesar 120 juta ton pada akhir tahun 2020 nanti seiring masuknya investasi pendirian pabrik baru oleh investor asing.

Sementara itu, kebutuhan semen nasional per tahunnya hanya mencapai 69,86 juta ton saja per tahunnya. Artinya, tingkat kelebihan kapasitas terpasang yang ada pada industri semen dalam negeri mencapai sekitar 45%.

“Vietnam akan buka izin pendirian pabrik barunya kalau  overcapacity-nya sudah tinggal 5%, di kita sekarang overcapacity nasionalnya sekitar 45% tapi izinnya belum ditutup,” kata Budi dalam acara Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi VI DPR RI, Selasa (18/02).

Senada, Direktur Utama PT Semen Baturaja Tbk, Jobi Triananda  berharap pemerintah bisa turut andil dalam penyelesaian persoalan oversupply di industri semen. 

Baca Juga: Ini saran Indocement (INTP) untuk aturan zero ODOL

Selain mendukung wacana revisi Permendag no 7 tahun 2019 tentang Ketentuan Impor Semen Clinker dan Semen dan pemberlakuan moratorium pemberian izin pendirian pabrik semen baru, Jobi juga menyarankan agar pembangunan jalan-jalan kelas satu dan dua di tingkat provinsi bisa memanfaatkan semen alih-alih aspal sebagai pelapis.

Selain bisa mengurangi ketergantungan impor aspal, Jobi menilai hal ini juga bisa sekaligus menjadi solusi atas permasalahan oversupply yang membayangi industri semen dalam negeri. “Hari ini aspal masih impor sementara semen sudah diproduksi dalam negeri,” jelas Jobi dalam acara yang sama (18/02).

Lebih lanjut, Jobi juga berharap pemerintah bisa sedikit melonggarkan ketentuan over dimention over load (ODOL) yang ada. Menurutnya, pemberlakuan ketentuan ODOL secara ketat berpotensi memperberat beban produsen semen di tengah-tengah permasalahan-permasalahan yang dihadapi.

“Kami juga butuh waktu untuk bisa menyesuaikan karena kami hari ini dengan adanya oversupply sudah kena hit, krisis ekonomi juga menurunkan daya beli konsumen,” ujar Jobi (18/2).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×